Skip to main content

Keanekaragaman Hayati di Indonesia

Keanekaragaman Hayati di Indonesia

Orang Utan sebagai Salah Satu Keanekaragaman Hayati di Indonesia
Keanekaragaman hayati di Indonesia dapat dibedakan dan dikelompokkan berdasarkan karakteristik wilayah maupun persebaran spesiesnya.

3.1 Berdasarkan Karakteristik Wilyah

Berdasarkan geografis Indonesia terletak di antara 6° LU – 11° LS dan 95° – 141° BT, artinya Indonesia berada di daerah tropis. Batasan daerah tropis sendiri adalah 23,5° LU dan 23,5° LS. Daerah tropis memiliki ciri khas di mana suhu rata-ratanya adalah antara 26° C – 28° C dengan curah hujan yang cukup tinggi (700 – 7.000 mm/tahun) dan memiliki tanah yang cukup subur karena pelapukan batuan induk cukup cepat terjadi.
Indonesia juga terletak di antara dua rangkaian pegunungan muda, yaitu sirkum Pasifik dan sirkum Mediterania. Berdasarkan hal ini Indonesia sering sekali disebut sebagai negara ring of fire. Banyaknya gunung berapi yang ada di Indonesia menyebabkan tanah yang ada menjadi subur, terutama di pulau Jawa dan Sumatera.
Keadaan abiotik yang sangat bervariasi ini membuat Indonesia kaya akan jenis flora dan fauna. Indonesia memiliki 10% jenis tanaman dari seluruh spesies tanaman yang ada di dunia, 16% spesies herpetofauna, 12% spesies mamalia, dan 17% spesies burung di dunia. Sejumlah spesies pun bersifat endemik yang artinya spesies tersebut hanya ada di Indonesia dan tidak ditemukan di wilayah manapun di seluruh dunia.
Contoh flora dan fauna endemik Indonesia di antaranya adalah:
  • Burung Cendrawasih di Papua
  • Burung Maleo di Sulawesi
  • Komodo di Taman Nasional Komodo
  • Anoa di Sulawesi
  • Rafflesia arnoldii yang tersebar di Pulau Sumatera

3.2 Berdasarkan Persebaran Organisme

Persebaran makhluk hidup di muka bumi dipelajari dalam cabang ilmu biologi yang disebut biogeografi.
Studi tentang penyebaran spesies ini menunjukan bahwa suatu spesies berasal dari satu tempat, kemudian menyebar ke berbagai arah dan terjadi diferensiasi pada spesies tersebut sesuai dengan keadaan alam yang ditempatinya.
Isolasi geografi yang merupakan pembatasan spesies untuk menyebar dan berkompetisi menyebabkan adanya perbedaan susunan flora dan fauna di berbagai tempat. Isolasi geografi ini bisa disebabkan oleh penghalang geografi (barrier) seperti gunung yang tinggi, gurun pasir, lautan, dan sungai yang lebar dan dalam.
Berdasarkan adanya persamaan fauna di wilayah-wilayah tertentu di muka bumi, Alfred Russel Wallace mengklasifikasikan bumi menjadi 6 daerah biogeografi, yaitu:
  • Nearktik (Amerika bagian utara)
  • Palearktik (daerah Asia sebelah utara pegunungan Himalaya, Eropa dan Afrika, serta Gurun Sahara sebelah Utara)
  • Neotropikal (Amerika Selatan bagian tengah)
  • Oriental (Asia, Himalaya bagian selatan)
  • Ethiopia (Afrika)
  • Australia (Australia dan pulau-pulau sekitarnya)
Fauna di Indonesia sendiri mencerminkan daerah biogeografi Australia dan Oriental. Pembagian wilayah ini dibagi menjadi 3 biogeografi di Indonesia, yaitu biogeografi oriental, peralihan, dan australia. Batas antara oriental dan peralihan disebut dengan garis Wallace dan batas antara biogeografi australia dan peralihan adalah batas weber.
Kepulauan di Indonesia merupakan pertemuan dua biogeografi, yaitu oriental dan australia. Biogeografi oriental memiliki ciri khas fauna yang sangat kaya akan tipe mamalia dan biogeografi australia miskin akan jenis mamalia.
1. Persebaran fauna di Indonesia Barat (Oriental)
Bagian barat wilayah Indonesia yang termasuk ke dalam Paparan Sunda memiliki tipe fauna oriental.
Pulau Sumatera memiliki fauna khas seperti gajah, tapir, badak bercula dua, harimau, siamang, dan orang utan.
Pulau Jawa memiliki fauna khas seperti badak bercula satu, harimau, dan banteng.

Manfaat dan Nilai Keanekaragaman Hayati

Kucing
Dalam kehidupan sehari-hari keanekaragaman tumbuhan dan hewan dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup manusia, baik itu kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder.
Kebutuhan primer manusia yang didapatkan dari alam ini di antaranya adalah kebutuhan sandang (ulat sutra, domba, dan kapas), pangan (serelia atau biji-bijian, umbi-umbian, sayur, buah, telur, daging, dan susu), papan (pohon meranti, pohon sengon, pohon jati, dan pohon mahoni), serta udara bersih yang didapatkan dari tumbuhan hijau.
Kebutuhan sekunder manusia yang bersumber dari keanekaragaman hayati misalnya transportasi (kuda, unta, dan sapi) dan sebagai sarana rekreasi (pepohonan, hutan, tanaman bunga, tanaman hias, keindahan bawah laut, dan hewan peliharaan).
Berdasarkan manfaat dari biodiversitas ini, maka keanekaragaman hayati memiliki berbagai nilai bagi manusia, yaitu
  • nilai biologi,
  • nilai estetika,
  • nilai religius,
  • nilai ekonomi
  • nilai budaya, dan
  • nilai pendidikan.

5. Pengaruh Kegiatan Manusia terhadap Keanekaragaman Hayati

Alat Berat yang Merusak Keanekaragaman Hayati
Perkembangan teknologi yang begitu pesat tanpa memerhatikan keseimbangan alam berdampak pada keanekaragaman hayati di dunia.  Kegiatan manusia ini ada yang berdampak positif dan ada pula yang berdampak negatif.
Dampak negatif dari adanya kegiatan manusia ini misalnya dalam hal kegiatan ladang berpindah, intensifikasi pertanian, penemuan bibit tanaman dan hewan baru yang unggul yang mendesak bibit lokal, perburuan liar dan penangkapan ikan dengan cara tidak tepat, penebangan liar, ladang berpindah, kegiatan manusia lain yang menyebabkan rusaknya hutan, serta industrialisasi.
Kegiatan manusia yang berdampak postif pada keanekaragaman hayati antara lain adalah
  • penghijauan dan reboisasi,
  • pengendalian hama secara biologis,
  • pemanfaatan hutan dengan menggunakan sistem RIL (Reduce Impact Logging),
  • usaha pemuliaan hewan dan tanaman yang menghasilkan varietas tanaman dan hewan unggul, dan
  • usaha-usaha pelestarian alam yang dilakukan secar eks-situ maupun in-situ.

6. Usaha Perlindungan Alam

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Resort Biha
Usaha perlindungan alam lebih dikenal dengan konservasi sumber daya alam hayati. Pelestarian biodiversitas ini bertujuan untuk mengawetkan makhluk hidup agar tidak mengalami kepunahan atau memperlambat laju kepunahan suatu makhluk hidup.
Perlindungan alam ini dibagi menjadi perlindungan alam umum dan perlindungan alam dengan tujuan tertentu.

6.1 Perlindungan Alam Umum

Perlindungan alam umum ini merupakan suatu tindakan untuk melindungi flora, fauna, dan tanah dari suatu ekosistem. Perlindungan alam umum ini diklasifikasikan menjadi:
  • Perlindungan alam ketat (perlindungan dilakukan secara ketat tanpa adanya campur tangan manusia, contohnya Cagar Alam Sancang di Garut)
  • Perlindungan alam terbimbing (perlindungan alam yang dibina oleh para ahli konservasi misalnya di Kebun Raya Bogor)
  • Taman nasional (perlindungan alam yang memiliki berbagai tujuan dengan sistem zonasi, misalnya Taman Nasional Baluran di Jawa Timur)

6.2 Perlindungan Alam dengan Tujuan Tertentu

Perlindungan alam dengan tujuan tertentu misalnya:
  • Perlindungan geologi (perlindungan yang bertujuan untuk melindungi formasi geologi tertentu)
  • Perlindungan alam botani (bertujuan melindungi komunitas tumbuhan tertentu)
  • Perlindungan alam zoologi (bertujuan untuk melindungi hewan langka atau hewan yang hampir punah)
  • Perlindungan alam antropologi (bertujuan untuk melindungi suku bangsa di daerah remote, misalnya suku Asmat di Irian Jaya dan suku Badui di Banten)
  • Perlindungan pemandangan alam (bertujuan untuk melindungi keindahan alam suatu daerah, misalnya Lembah Sianok di Sumatera Barat)
  • Perlindungan monumen alam (bertujuan untuk melindungi benda-benda alam tertentu, misalnya stalaktit atau stalagmit di gua)
  • Perlindungan suaka margasatwa (bertujuan untuk melindungi hewan yang terancam punah, misalnya harimau, badak, atau gajah)
  • Perlindungan hutan (bertujuan untuk memberi manfaat hidro orologis bagi daerah sekitarnya)
  • Perlindungan ikan (bertujuan untuk melindungi spesies ikan yang terancam punah)

7. Klasifikasi Keanekaragaman Hayati

Klasifikasi ini sangat penting dalam mengenali makhluk hidup. Cabang ilmu biologi yang mempelajari hal ini adalah taksonomi. Klasifikasi ini juga dibuat agar suatu makhluk hidup memiliki nama yang sama di setiap daerah di belahan bumi ini.
Tujuan dan Manfaat Klasifikasi
Klasifikasi atau pengelompokan makhluk hidup ini bertujuan agar makhluk hidup sebagai objek studi menjadi lebih mudah untuk dipelajari. Kegiatan klasifikasi ini juga sudah ada sejak manusia ada, dahulu kala manusia mungkin hanya mengelompokan makhluk hidup menjadi hewan dan binatang saja, namun sekarang sistem klasifikasi sudah sangat kompleks.

Manfaat klasifikasi bagi manusia adalah:

untuk memudahkan penelitian dan memberi nama spesies-spesies yang baru ditemukan,
untuk dipelajari agar keanekaragaman hayati tetap terjaga, dan
untuk mengetahui hubungan antara organisme satu dengan lainnya.
7.2 Proses Klasifikasi
Proses klasifikasi ini berdasarkan tingkat kekerabatan dan kesamaan antar makhluk hidup. Misalnya sapi dan kerbau memiliki bentuk yang memiliki banyak kesamaan oleh karena itu termasuk ke dalam kelompok mamalia.

7.3 Tata Nama Makhluk Hidup
Hingga pada abad ke-18 nama-nama suatu spesies masih menggunakan bahasa latin yang panjang. Setelah itu Carolus Linnaeus memperkenalkan sistem penamaan spesies yang baru, yaitu sistem binomial yang menggantikan sistem penamaan polinomial yang panjang.

Sistem penulisan spesies yang dikembangkan oleh Linnaeus sampai saat ini masih dipakai oleh para ahli taksonomi. Prinsip dari sistem binomial ini adalah:

Menggunakan bahasa latin
Menggunakan kategori
Menggunakan dua kata
Dalam pengklasifikasiannya, makhluk hidup dikelompokkan dalam kelompok besar hingga kelompok kecil yang disebut dengan takson.

Kategori yang digunakan oleh Linnaeus kala itu adalah kingdom, filum atau divisi, kelas, ordo, suku, genus, dan spesies. Klasifikasi ini berdasarkan ciri-ciri umum yang kemudian semakin rendah tingkatan takson maka makhluk hidup dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri yang khusus.

Sejak zaman Aristoteles sampai pertengahan abad ke-20, makhluk hidup hanya dibagi ke dalam dua kingdom, yaitu plantae dan animalia.

Setelah ditemukannya mikroskop, biologiawan Jerman bernama Ernst Haeckel mengusulkan satu kingdom baru yaitu Protista untuk bakteri.

Pada tahun 1937, Edouard Chatton mengusulkan adanya superkingdom Prokariota untuk bakteri dan Eukariota untuk jasad renik lainnya.

Setelah mikroskop elektron ditemukan, maka pada tahun 1969 R H Whittaker mengusulkan klasifikasi lima kingdom. Lima kingdom ini adalah monera, protista, fungi, plantae, dan animalia.

Pada tahun 1977 Carl Woese, mengelompokan monera menjadi dua kelompok yang berbeda sehingga klasifikasi kingdom makhluk hidup menjadi archaebacteria, eubacteria, protista, fungi,  plantae, dan animalia.

Usaha-usaha penamaan makhluk hidup ini secara internasional sudah dimulai sejak tahun 1867 untuk tumbuhan dan 1898 untuk hewan. Saat ini dalam dunia biologi juga telah dikenal kode internasional tata nama tumbuhan (International Code of Botanical Nomenclature)  dan kode internasional tata nama hewan (International Code of Zoological Nomenclature).

7.4 Penamaan Tingkat Takson
Terdapat beberapa aturan untuk menamai suatu tingkatan takson makhluk hidup.

1. Nama jenis atau spesies

Berikut adalah ketentuan dalam penulisan suatu spesies makhluk hidup:

Huruf pertama yang menunjukan marga ditulis kapital dan kata kedua yang menunjukan spesies ditulis huruf kecil semua (contohnya Macaca fascicularis).
Jika ditulis tangan, kata pertama dan kata kedua diberi garis bawah (Paraserianthes falcataria). Jika dicetak maka nama spesies dicetak miring (Paraserianthes falcataria).
Jika nama penunjuk jenis lebih dari satu kata maka gunakan tanda hubung (Hibiscus rosa-sinensis).
Nama jenis hewan yang lebih dari tiga kata tidak menggunakan tanda sambung dan untuk penulisan varietas menggunakan huruf “var.” sebelum nama varietasnya (Hibiscus sabdarifa var. alba).

Jika kata penunjuk jenis merupakan nama dari penemunya maka ditambahkan huruf (i), misalnya Pinus merkusii yang ditemukan oleh Merkus.
2. Nama genus

Nama marga atau genus terdiri atas satu kata tunggal. Awal huruf dari kata yang menunjukan marga ditulis kapital.

3. Nama suku

Nama suku diambil dari nama genus dengan ditambahkan akhiran -aceae untuk tumbuhan dan akhiran -idae untuk hewan (misalnya Solanaceae).

4. Nama ordo

Nama ordo pada tumbuhan diberikan akhiran -ales, sedangkan untuk hewan tidak ada aturan khusus.

5. Nama kelas

Nama kelas pada tumbuhan biasanya diberi akhiran -opsida, namun pada hewan tidak ada aturan tertentu.

6. Nama filum atau divisi

Nama divisi biasanya diberi akhiran suku kata -phyta, namun pada hewan tidak ada aturan yang khusus.

Comments

Popular posts from this blog

MENGANALISIS KARYA SENI RUPA 2 DIMENSI

MENGANALISIS KARYA SENI RUPA 2 DIMENSI BARONG & LEAK ·       Karya : Afandi (1980) ·       Fungsi  : sebagai hiasan dalam ruangan dan merupakan  bagian seni kebudayaan dari Masyarakat Bali, dimana Barong dan Leak adalah filosofi bagaimana bertolak belakangnya antara kebaikan dan kejahatan. Lukisan ini juga sebagai saluran imajinasi pelukis. ·       Media Alat dan Bahan  :  Oil on Canvas .  Cat Minyak diatas canvas adalah bahan yang paling populer, dan biasa digunakan dalam melukis, karena pemakaian yang mudah diaplikasikan serta hasil lukisanya bisa digunakan dalam berbagai tehnik gaya lukisan, halus ataupun bertekstur. Bahan melukis ini berbasis minyak, dan memiliki tingkatan kualitas mulai dari kualitas normal hingga kualitas tinggi, dan dibedakan dengan harga. Baik pelukis pemula atau pelukis handal, sering menggunakan bahan material cat minyak dan canvas sebag...

pengertian sistem suspensi pada kendaraan

sistem suspensi pada kendaraan  berfungsi untuk menghubungkan bodi kendaraan dengan roda, kontruksinya dibuat sedemikian rupa agar dapat menyerap getaran, oskilasi dan kejutan sebagai akibat dari kondisi dan permukaan jalan yang tidak rata, sehingga diperoleh keamanan dan kenyamanan ketika berkendara. Sistem suspensi  juga berfungsi untuk memindahkan gaya pengereman dan gaya gerak ke body melalui gesekan antara jalan dengan roda-roda. Fungsi terakhir dari sistem suspensi adalah untuk menopang body pada axle dan memelihara letak geometris antara body dan roda-roda. Dengan adanya sistem suspensi, maka kendaraan akan lebih stabil baik ketika terjadi pengereman, belokan, sampai jalan yang bergelombang atau tidak rata. Suspensi juga akan membuat pengendara merasakan kenikmatan dan stabilitas ketika mengendarai.  Syarat-syarat Sistem Suspensi Dalam menjalankan fungsinya, suspensi harus dapat memiliki beberapa syarat yaitu : Mengantar gerakan roda. Memungkinkan...

Menganalisis Karya Seni Rupa Murni

"Menganalisis Karya Seni Rupa Murni",    1. Pertama, yaitu Borobudur Pagi Hari Judul : Borobudur Pagi Hari Tahun : 1983 Ukuran : 150 cm x 200 cm Media : Cat Minyak “Borobudur Pagi Hari” merupakan salah satu karya Affandi yang terinspirasi oleh megahnya candi Borobudur dan lingkungan sekitar pada masa itu, saat Affandi melintas dan memperhatikan Borobudur di pagi hari. Obyek matahari selalu menarik perhatian di beberapa karya beliau sebagai fokus pendukung utama. Warna – warna dingin dan suasana tenang mendominasi lukisan ini karena melukiskan suasana pagi hari yang cerah . Dan dilukisan ini Affandy lebih nenonjolkan obyek alam sebagai latar belakang. Perpaduan warna yang digunakan semakin menghidupkan lukisan tersebut karena warna yang digunakan padu antara warna satu dengan warna yang lain. Dan dilukisan tersebut gambar candi Borobudur terlihat sangat jelas tanpa kita harus menganalisis makna lukisan tersebut. Dan bentuk mataharinya tidak menyerupai matahari tet...