Nabi Samuel
Nabi Samuel atau Shmu'el (bahasa Ibrani: שְׁמוּאֵל, Modern Šəmuʼel Tiberias Šəmûʼēl ; "El" (Allah) mendengar"; Arab: صموئيل, Shamu`il) adalah seorang pemimpin penting dalam Sejarah Israel kuno. Kisahnya diceritakan dalam Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama di Alkitab Kristen, khususnya dalam Kitab 1 Samuel.
Menurut pandangan sastra rabinik, Samuel adalah hakim terakhir dan nabi pertama yang mulai bernubuat di Negeri Israel. Ia hidup di antara dua zaman, yaitu zaman hakim-hakim dan zaman kerajaan, seperti yang dapat dilihat bahwa riwayat dalam Kitab 1 dan 2 Samuel langsung mengikuti Kitab Hakim-hakim. Ia mengurapi dua raja pertama Kerajaan Israel, yaitu Raja Saul dan Raja Daud.
Arti nama Samuel (שְׁמוּאֵ֔ל) adalah 'nama-Nya adalah Allah' ('shemu', namanya; 'El', Allah) hal ini sesuai dengan janji Hana kepada Allah untuk menyerahkan anak yang akan dilahirkannya menjadi seorang nazir bagi Allah. Untuk mengingat janjinya itulah Hana menamai anaknya 'Shemuel'
Terjemahan harafiah lain dari Samuel ialah Allah mendengar ('Shama', mendengar; 'El', Allah), sesuai dengan Samuel 1:20; di situ dikatakan bahwa Hana menamai anaknya untuk mengenang permohonannya kepada Allah akan seorang anak, dan Allah mendengarnya.
Ada dua orang dalam Alkitab Perjanjian Lama yang memakai nama Samuel. Ada dua orang yang bernama Samuel dalam Perjanjian Lama, yaitu Samuel bin Amihud, tokoh ini sekali saja disebutkan dalam Alkitab. Tokoh terkenal yang disebut sebagai Nabi Samuel disebutkan pertama kali dalam 1 Samuel 1:20.
Kelahiran dan tahun-tahun pertama
Kelahirannya dicatat dalam 1 Samuel 1:20. Hana, ibu Samuel, adalah salah seorang dari dua istri Elkana, seorang Lewi. Ia pergi ke Silo untuk berdoa kepada Tuhan, dengan sungguh-sungguh memohon kepada Allah agar ia dapat mempunyai seorang anak lelaki. Doanya ternyata dikabulkan; dan setelah anak itu disapih ia membawanya ke Silo dan mempersembahkannya kepada Tuhan sebagai seorang "nazir" untuk seumur hidupnya.
Di sini segala kebutuhan fisiknya serta pendidikannya diperhatikan oleh kaum perempuan yang melayani di Kemah Suci[butuh rujukan], sementara Eli mengawasi pendidikan keagamaannya. Demikianlah, barangkali sekitar dua belas tahun dari hidupnya. "Tetapi Samuel yang muda itu, semakin besar dan semakin disukai, baik di hadapan TUHAN maupun di hadapan manusia." Pada masa itu pula terjadi kemerosotan moral yang hebat di Israel.
Kemasyhuran dan pengaruh
Pesan yang datang dari Tuhan berisi berita kehancuran Eli dan anak-anaknya yang jahat. Samuel menyampaikan semuanya kepada Eli. Terhadap berita penghukuman yang mengerikan itu, Eli hanya menjawab, ""Dia TUHAN, biarlah diperbuat-Nya apa yang dipandang-Nya baik".
Tuhan kini menyatakan dirinya dalam cara yang berbeda-beda kepada Samuel. Kemasyhuran dan pengaruhnya meningkat di seluruh negeri sebagai satu-satunya orang yang dipanggil ke dalam jabatan sebagai nabi oleh Tuhan. Beban orang Filistin terlalu berat, dan rakyat yang mengeluh di bawah penindasan yang meluas itu, tiba-tiba bangkit memberontak, dan "orang Israel maju berperang melawan orang Filistin." Pertempuran hebat terjadi di Afek, dekat Eben-Haezer. Bangsa Israel dikalahkan, dengan 4.000 orang tewas "di medan pertempuran".
Pertempuran kedua
Pertempuran kedua berlangsung, dan kembali tentara Filistin mengalahkan tentara Israel, menyerbu ke perkemahan mereka, membantai 30.000 orang, dan merebut Tabut Perjanjian. Berita tentang pertempuran fatal ini segera sampai di Silo. Segera setelah Eli yang lanjut usia mendengar bahwa Tabut Allah direbut, ia terjatuh dari kursinya di pintu gerbang, lalu patah lehernya dan meninggal.
Mungkin atas nasihat Samuel yang saat itu berusia sekitar 20 tahun, Kemah Suci bersama perlengkapannya dipindahkan dari Silo ke sebuah tempat yang dianggap aman, dan akhirnya ke Nob. Tabut itu diletakkan di sana selama bertahun-tahun. Tentara Filistin masuk ke Silo dan merampas serta menghancurkannya.
Beberapa pakar modern menganggap bahwa Kitab Ulangan pasal 32 mungkin ditulis oleh Samuel sendiri sebagai tanggapan terhadap implikasi teologis dari kekalahan yang sangat parah ini, meskipun tidak ada bukti konkrit bahwa hal ini benar terjadi.
Ibadah orang Israel
Samuel menyelenggarakan ibadah secara teratur di Silo, di mana ia mendirikan altar; dan di Rama di mana ia mengumpulkan orang-orang muda dan mendirikan sekolah untuk para nabi. Sekolah-sekolah nabi kemudian juga didirikan di Gibea, Betel, Gilgal, dan Yerikho, memberikan pengaruh penting bagi karakter dan sejarah bangsa dalam memelihara agama murni di tengah pertumbuhan kesesatan. Mereka terus ada sampai Israel masuk ke dalam masa kerajaan.
Setelah lewat beberapa tahun menjadi hakim, Samuel dikenal sebagai sahabat dan penasehat bagi banyak orang Israel untuk urusan pribadi dan umum. Ia merupakan negarawan besar dan juga seorang reformer, dan semua menghargainya dengan gelar "pelihat", nabi Tuhan.
Akhir masa tugas
Ketika Samuel sudah tua dan mendekati akhir masa tugasnya, para penatua Israel datang kepadanya di Rama (1 Samuel 8:4, 5, 19-22). Samuel mengangkat putra-putranya menjadi hakim di Bersyeba, tetapi mereka ternyata tidak jujur dan korupsi. Para tua-tua Israel, mengantisipasi penyalahgunaan kekuasaan Samuel serta ancaman dari bani Amon, menuntut agar seorang raja dipilih untuk memerintah bangsa Israel. Hal ini mengesalkan hati Samuel. Ia berdebat dengan mereka dan memberi peringatan konsekuensi kehadiran seorang raja (lihat 1 Samuel pasal 8). Akhirnya, setelah diberi petunjuk oleh Allah, Samuel menerima tuntutan mereka dan mengurapi Saul menjadi raja Israel. Sebelum meminta diri dari bangsa itu untuk pensiun, Samuel mengumpulkan bangsa itu di Gilgal dan dengan khidmad menjabarkan kembali hubungannya dengan bangsa itu sebagai hakim dan nabi (1 Samuel pasal 12).
Sisa hidupnya dihabiskan di kota Rama dan hanya dalam peristiwa khusus muncul kembali di depan umum (1 Samuel 13, 15) membawa firman Allah untuk Saul. Ketika bersedih atas berbagai kejahatan yang jatuh ke bangsa itu, tiba-tiba ia disuruh Allah pergi ke Betlehem untuk mengurapi Daud bin Isai menjadi raja Israel kedua, yang kelak menggantikan raja Saul (1 Samuel 16).
Kematian
Samuel mati di kota tinggalnya, Rama. Menurut tradisi Yahudi, tanggal kematiannya adalah 28 Iyar, kemungkinan pada usia sekitar 80 tahun. Seluruh orang Israel berkumpul meratapi dia dan menguburkan dia di rumahnya di Rama, bukan di dalam rumah itu sendiri, melainkan di halaman rumahnya (bandingkan 2 Raja-raja 21:18; 2 Tawarikh 33:20; 1 Raja-raja 2:34; Yohanes 19:41) Ketaatan Samuel kepada Allah dan berkat khusus dari Allah untuknya disebutkan di bagian Alkitab yang lain, yaitu Yeremia 15:1 dan Mazmur 99:6.
Menurut sejarawan Yahudi-Romawi abad ke-1 M, Flavius Yosefus (37-100 M), Samuel memimpin dan menjadi hakim atas orang Israel sendirian, setelah kematian Imam Besar Eli, selama 12 tahun; kemudian 18 tahun lamanya bersama-sama dengan raja Saul.
Makam
Benjamin dari Tudela mengunjungi daerah sekitar kota Rama pada tahun 1173, mencatat bahwa para tentara Perang Salib menemukan tulang-tulang Samuel di pekuburan orang Yahudi di Ramla pada dataran pantai dan menguburkannya kembali di kota Rama, menghadap ke Kota Suci (Yerusalem). Kuburannya sendiri secara tradisi ada di kota yang dikenal dengan nama Neby Samwil (“nabi Samuel”) yang terletak di Mizpa daerah Benyamin, di mana Samuel diangkat menjadi pemimpin Israel.[19] Sampai sekarang ada Mesjid Nabi Samwil di kota Rama, yang dibangun di atas bekas benteng zaman Perang Salib, di mana diyakini makam nabi Samuel ada di dalam bangunan Mameluke.
Tradisi Islam
Samuel dalam Islam dianggap sebagai salah satu nabi Bani Israel dan dikatakan bahwa Samuel adalah keturunan dari Yusuf. Ia pernah diminta oleh kaumnya untuk memilih seorang pemimpin dari kalangannya. Pada akhirnya terpilihlah Thalut yang memiliki profesi seorang petani. Namanya tidak disebutkan dalam Al-Qur'an, tetapi referensi telah dibuat oleh Allah dalam surah Al Baqarah, tanpa menyebutkan namanya.
Nabi Al-Khidr
Nabi Al-Khidr (Arab:الخضر, Khadr, Khadr) adalah nama yang diberikan kepada seorang nabi misterius dalam Surah Al-Kahf ayat 65-82. Selain kisah tentang Nabi Khadir yang mengajarkan tentang ilmu dan kebijaksanaan kepada Nabi Musa, asal usul dan kisah lainnya tentang Nabi Khadir tidak banyak disebutkan.
Dalam bukunya yang berjudul “Mystical Dimensions of Islam”, oleh penulis Annemarie Schimmel, Khadir dianggap sebagai salah satu nabi dari empat nabi dalam kisah Islam dikenal sebagai ‘Sosok yang tetap Hidup’ atau ‘Abadi’. Tiga lainnya adalah Idris, Ilyas, dan Isa. Khadir abadi karena ia dianggap telah meminum air kehidupan, dikatakan bahwa Khadir telah berusia lebih dari enam ribu tahun. Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa Khadir adalah masih sama dengan seseorang yang bernama Elia. Ia juga diidentifikasikan sebagai St. George. Di antara pendapat awal para cendikiawan Barat, Rodwell menyatakan bahwa “Karakter Khadir dibentuk dari Yitro.”
Dalam kisah literatur Islam, satu orang bisa bermacam-macam sebutan nama dan julukan yang telah disandang oleh Khadir. Beberapa orang mengatakan Khadir adalah gelarnya; yang lainnya menganggapnya sebagai nama julukan. Khadir telah disamakan dengan St. George, dikenal sebagai “Elia versi Muslim” dan juga dihubungkan dengan Pengembara abadi. Para cendikiawan telah menganggapnya dan mengkarakterkan sosoknya sebagai orang suci, nabi, pembimbing nabi yang misterius dan lain lain.
Etimologi
Al-Khadir secara harfiah berarti 'Seseorang yang Hijau' melambangkan kesegaran jiwa, warna hijau melambangkan kesegaran akan pengetahuan “berlarut langsung dari sumber kehidupan.” Dalam situs Encyclopædia Britannica, dikatakan bahwa Khadir memiliki telah diberikan sebuah nama, yang paling terkenal adalah Balyā bin Malkān.
Genealogi
Menurut sebuah situs web, Khadir adalah sepupu Raja Dzul Qarnain dari pihak ibu. Menurut Ibnu Abbas, Khadir adalah seorang anak cucu Nabi Adam yang taat beribadah kepada Allah dan ditangguhkan ajalnya. Ibunya berasal dari Romawi sedangkan bapaknya keturunan bangsa Parsi.
Kemudian Mahmud al-Alusi menambahkan bahwa ia tidak membenarkan semua pendapat mengenai riwayat asal usul Nabi Khadir, tetapi An-Nawawi mengatakan bahwa ia adalah seorang putra raja.
Biografi
Al-Khadir (kanan) dan Dzu al-Qarnayn, takjub dengan penglihatannya terhadap seekor ikan air asin yang kembali hidup ketika ditaruh ke dalam Air Kehidupan.
Teguran Allah kepada Musa
Kisah Musa dan Khadir dituturkan oleh Al-Qur'an dalam Surah Al-Kahf ayat 65-82. Menurut Ibnu Abbas, Ubay bin Ka'ab menceritakan bahawa dia mendengar Nabi Muhammad bersabda: “Sesungguhnya pada suatu hari, Musa berdiri di khalayak Bani Israil lalu dia ditanya, “Siapakah orang yang paling berilmu?” Jawab Nabi Musa, “Aku” Lalu Allah menegur Nabi Musa dengan firman-Nya, “Sesungguhnya di sisi-Ku ada seorang hamba yang berada di pertemuan dua lautan dan dia lebih berilmu daripada kamu.”
Lantas Musa pun bertanya, “Wahai Tuhanku, dimanakah aku dapat menemuinya?” Allah pun berfirman, “Bawalah bersama-sama kamu seekor ikan di dalam sangkar dan sekiranya ikan tersebut hilang, di situlah kamu akan bertemu dengan hamba-Ku itu.” Sesungguhnya teguran Allah itu mencetuskan keinginan yang kuat dalam diri Nabi Musa untuk menemui hamba yang shalih itu. Di samping itu, Nabi Musa juga ingin sekali mempelajari ilmu dari Hamba Allah tersebut.
Musa kemudiannya menunaikan perintah Allah itu dengan membawa ikan di dalam wadah dan berangkat bersama-sama pembantunya yang juga merupakan murid dan pembantunya, Yusya bin Nun.
Mereka berdua akhirnya sampai di sebuah batu dan memutuskan untuk beristirahat sejenak karena telah menempuh perjalanan cukup jauh. Ikan yang mereka bawa di dalam wadah itu tiba-tiba meronta-ronta dan selanjutnya terjatuh ke dalam air. Allah SWT membuatkan aliran air untuk memudahkan ikan sampai ke laut. Yusya` tertegun memperhatikan kebesaran Allah menghidupkan semula ikan yang telah mati itu.
Selepas menyaksikan peristiwa yang sungguh menakjubkan dan luar biasa itu, Yusya' tertidur dan ketika terjaga, dia lupa untuk menceritakannya kepada Musa Mereka kemudiannya meneruskan lagi perjalanan siang dan malamnya dan pada keesokan paginya,
“ Nabi Musa berkata kepada Yusya` “Bawalah ke mari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” (Surah Al-Kahfi : 62) ”
Ibn `Abbas berkata, “Nabi Musa sebenarnya tidak merasa letih sehingga baginda melewati tempat yang diperintahkan oleh Allah supaya menemui hamba-Nya yang lebih berilmu itu.” Yusya’ berkata kepada Nabi Musa,
“ “Tahukah guru bahwa ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak lain yang membuat aku lupa untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu kembali masuk kedalam laut itu dengan cara yang amat aneh.” (Surah Al-Kahfi : 63) ”
Musa segera teringat sesuatu, bahwa mereka sebenarnya sudah menemukan tempat pertemuan dengan hamba Allah yang sedang dicarinya tersebut. Kini, kedua-dua mereka berbalik arah untuk kembali ke tempat tersebut yaitu di batu yang menjadi tempat persinggahan mereka sebelumnya, tempat bertemunya dua buah lautan.
“ Musa berkata, “Itulah tempat yang kita cari.” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (Surah Al-Kahfi : 64) ”
Terdapat banyak pendapat tentang tempat pertemuan Musa dengan Khadir. Ada yang mengatakan bahawa tempat tersebut adalah pertemuan Laut Romawi dengan Parsia yaitu tempat bertemunya Laut Merah dengan Samudra Hindia. Pendapat yang lain mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di tempat pertemuan antara Laut Roma dengan Lautan Atlantik. Di samping itu, ada juga yang mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di sebuah tempat yang bernama Ras Muhammad yaitu antara Teluk Suez dengan Teluk Aqabah di Laut Merah.
Persyaratan belajar
Setibanya mereka di tempat yang dituju, mereka melihat seorang hamba Allah yang berjubah putih bersih. Nabi Musa pun mengucapkan salam kepadanya. Khadir menjawab salamnya dan bertanya, “Dari mana datangnya kesejahteraan di bumi yang tidak mempunyai kesejahteraan? Siapakah kamu” Jawab Musa, “Aku adalah Musa.” Khadir bertanya lagi, “Musa dari Bani Isra’il?” Nabi Musa menjawab, “Ya. Aku datang menemui tuan supaya tuan dapat mengajarkan sebagian ilmu dan kebijaksanaan yang telah diajarkan kepada tuan.”
Khadir menegaskan, “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup bersabar bersama-samaku.” (Surah Al-Kahfi : 67) “Wahai Musa, sesungguhnya ilmu yang kumiliki ini ialah sebahagian daripada ilmu karunia dari Allah yang diajarkan kepadaku tetapi tidak diajarkan kepadamu wahai Musa. Kamu juga memiliki ilmu yang diajarkan kepadamu yang tidak kuketahuinya.”
“ Nabi Musa berkata, “Insya Allah tuan akan mendapati diriku sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan menentang tuan dalam sesuatu urusan pun.” (Surah Al-Kahfi : 69) ”
“ Dia (Khadir) selanjutnya mengingatkan, “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun sehingga aku sendiri menerangkannya kepadamu.” (Surah Al-Kahfi : 70) ”
Perjalanan Khadir dan Musa
Demikianlah seterusnya Musa mengikuti Khadir dan terjadilah beberapa peristiwa yang menguji diri Musa yang telah berjanji bahawa baginda tidak akan bertanya sebab sesuatu tindakan diambil oleh Nabi Khadir. Setiap tindakan Nabi Khadir itu dianggap aneh dan membuat Nabi Musa terperanjat.
Kejadian yang pertama adalah saat Nabi Khadir menghancurkan perahu yang ditumpangi mereka bersama. Nabi Musa tidak kuasa untuk menahan hatinya untuk bertanya kepada Nabi Khadir. Nabi Khadir memperingatkan janji Nabi Musa, dan akhirnya Nabi Musa meminta maaf karena kalancangannya mengingkari janjinya untuk tidak bertanya terhadap setiap tindakan Nabi Khadir.
Selanjutnya setelah mereka sampai di suatu daratan, Nabi Khadir membunuh seorang anak yang sedang bermain dengan kawan-kawannnya. Peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh Nabi Khadir tersebut membuat Nabi Musa tak kuasa untuk menanyakan hal tersebut kepada Nabi Khadir. Nabi Khadir kembali mengingatkan janji Nabi Musa, dan dia diberi kesempatan terakhir untuk tidak bertanya-tanya terhadap segala sesuatu yang dilakukan oleh Nabi Khadir, jika masih bertanya lagi maka Nabi Musa harus rela untuk tidak mengikuti perjalanan bersama Nabi Khadir.
Selanjutnya mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai disuatu wilayah perumahan. Mereka kelelahan dan hendak meminta bantuan kepada penduduk sekitar. Namun sikap penduduk sekitar tidak bersahabat dan tidak mau menerima kehadiran mereka, hal ini membuat Nabi Musa merasa kesal terhadap penduduk itu. Setelah dikecewakan oleh penduduk, Nabi Khadir malah menyuruh Nabi Musa untuk bersama-samanya memperbaiki tembok suatu rumah yang rusak di daerah tersebut. Nabi Musa tidak kuasa kembali untuk bertanya terhadap sikap Nabi Khadir ini yang membantu memperbaiki tembok rumah setelah penduduk menzalimi mereka. Akhirnya Nabi Khadir menegaskan pada Nabi Musa bahwa dia tidak dapat menerima Nabi Musa untuk menjadi muridnya dan Nabi Musa tidak diperkenankan untuk terus melanjutkan perjalannya bersama dengan Nabi Khadir.
Selanjutnya Nabi Khadir menjelaskan mengapa dia melakukan hal-hal yang membuat Nabi Musa bertanya. Kejadian pertama adalah Nabi Khadir menghancurkan perahu yang mereka tumpangi karena perahu itu dimiliki oleh seorang yang miskin dan di daerah itu tinggallah seorang raja yang suka merampas perahu miliki rakyatnya.
Kejadian yang kedua, Nabi Khadir menjelaskan bahwa dia membunuh seorang anak karena kedua orang tuanya adalah pasangan yang beriman dan jika anak ini menjadi dewasa dapat mendorong bapak dan ibunya menjadi orang yang sesat dan kufur. Kematian anak ini digantikan dengan anak yang shalih dan lebih mengasihi kedua bapak-ibunya hingga ke anak cucunya.
Kejadian yang ketiga (terakhir), Nabi Khadir menjelaskan bahwa rumah yang dinding diperbaiki itu adalah milik dua orang kakak beradik yatim yang tinggal di kota tersebut. Di dalam rumah tersebut tersimpan harta benda yang ditujukan untuk mereka berdua. Ayah kedua kakak beradik ini telah meninggal dunia dan merupakan seorang yang shalih. Jika tembok rumah tersebut runtuh, maka bisa dipastikan bahwa harta yang tersimpan tersebut akan ditemukan oleh orang-orang di kota itu yang sebagian besar masih menyembah berhala, sedangkan kedua kakak beradik tersebut masih cukup kecil untuk dapat mengelola peninggalan harta ayahnya. Dipercaya tempat tersebut berada di negeri Antakya, Turki.
Akhirnya Nabi Musa sadar hikmah dari setiap perbuatan yang telah dikerjakan Nabi Khadir. Akhirya mengerti pula Nabi Musa dan merasa amat bersyukur karena telah dipertemukan oleh Allah dengan seorang hamba Allah yang shalih yang dapat mengajarkan kepadanya ilmu yang tidak dapat dituntut atau dipelajari yaitu ilmu ladunni. Ilmu ini diberikan oleh Allah SWT kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Nabi Khadir yang bertindak sebagai seorang guru banyak memberikan nasihat dan menyampaikan ilmu seperti yang diminta oleh Nabi Musa, dan Nabi Musa menerima nasihat tersebut dengan penuh rasa gembira.
Saat mereka di dalam perahu yang ditumpangi, datanglah seekor burung lalu hinggap di ujung perahu itu. Burung itu meneguk air dengan paruhnya, lalu Nabi Khadir berkata, “Ilmuku dan ilmumu tidak berbanding dengan ilmu Allah, Ilmu Allah tidak akan pernah berkurang seperti air laut ini karena diteguk sedikit airnya oleh burung ini.”
Sebelum berpisah, Khadir berpesan kepada Musa: “Jadilah kamu seorang yang tersenyum dan bukannya orang yang tertawa. Teruskanlah berdakwah dan janganlah berjalan tanpa tujuan. Janganlah pula apabila kamu melakukan kekhilafan, berputus asa dengan kekhilafan yang telah dilakukan itu. Menangislah disebabkan kekhilafan yang kamu lakukan, wahai Ibnu `Imran.”
Hikmah kisah Khadir
Dari kisah Khadir ini kita dapat mengambil pelajaran penting. Di antaranya adalah ilmu merupakan karunia Allah SWT, tidak ada seorang manusia pun yang boleh mengklaim bahwa dirinya lebih berilmu dibanding yang lainnya. Hal ini dikarenakan ada ilmu yang merupakan anugrah dari Allah SWT yang diberikan kepada seseorang tanpa harus mempelajarinya.
Hikmah yang kedua adalah kita perlu bersabar dan tidak terburu-buru untuk mendapatkan kebijaksanaan dari setiap peristiwa yang dialami. Hikmah ketiga adalah setiap murid harus memelihara adab dengan gurunya. Setiap murid harus bersedia mendengar penjelasan seorang guru dari awal hingga akhir sebelum nantinya dapat bertindak di luar perintah dari guru. Kisah Nabi Khadir ini juga menunjukan bahwa Islam memberikan kedudukan yang sangat istimewa kepada guru.
Nabi Daniel
Nabi Daniel (bahasa Ibrani: דָּנִיּאֵל, Modern Daniyyel Tiberias Dāniyyêl ; "Allah adalah hakimku"; Arab: دانيال, Dâniyal atau Danial) adalah seorang nabi dari Bani Israel, yang dikenal dalam ajaran agama Yahudi dan Kristen, terutama dicatat dalam Kitab Daniel di Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama di Alkitab Kristen. Dalam ajaran Islam ia tidak termasuk salah satu dari 25 nabi yang wajib diketahui, namun demikian ahli sejarah Islam dan mufassirin mengatakan bahwa ia termasuk nabi yang pernah hidup dan meninggal di Mesir. Ia dikatakan masih keturunan dari Dawud.
Etimologi
Nama Daniel yang berarti "Tuhan adalah Hakimku", Dan berarti "penghakiman atau "hakim", "i" adalah "-ku" dan "El" berarti Allah. Ada juga tulisan nama "Dan'el" (bahasa Ibrani: דָּנִאֵל) yang dicatat dalam Kitab Yehezkiel pasal 14 ayat 14 dan 20, serta pasal 28 ayat 14 dan selain itu ditemukan pada inskripsi Palmyrene. Pelafalan "Dani'el" ("Allah adalah hakimku") lebih mungkin daripada "Dan'el" ("Allah adalah hakim"), karena lebih serasi dengan struktur umum nama Ibrani.
Pandangan Yahudi dan Kristen
Daniel hidup pada masa pembuangan bangsa Israel dari Kerajaan Yehuda ke Babilonia. Pada tahun yang ke-3 pemerintahan Yoyakim, raja Yehuda, datanglah Nebukadnezar, raja Babel, ke Yerusalem, lalu mengepung kota itu. Tuhan menyerahkan Yoyakim, raja Yehuda, dan sebagian dari perkakas-perkakas di rumah Allah ke dalam tangannya. Semuanya itu dibawanya ke tanah Sinear, ke dalam rumah dewanya; perkakas-perkakas itu dibawanya ke dalam perbendaharaan dewanya. Lalu raja bertitah kepada Aspenas, kepala istananya, untuk membawa beberapa orang Israel, yang berasal dari keturunan raja dan dari kaum bangsawan, yakni orang-orang muda yang tidak ada sesuatu cela, yang berperawakan baik, yang memahami berbagai-bagai hikmat, berpengetahuan banyak dan yang mempunyai pengertian tentang ilmu, yakni orang-orang yang cakap untuk bekerja dalam istana raja, supaya mereka diajarkan tulisan dan bahasa orang Kasdim. Dan raja menetapkan bagi mereka pelabur setiap hari dari santapan raja dan dari anggur yang biasa diminumnya. Mereka harus dididik selama 3 tahun, dan sesudah itu mereka harus bekerja pada raja. Di antara mereka itu ada juga beberapa orang Yehuda, yakni Daniel, Hananya, Misael dan Azarya. Pemimpin pegawai istana itu memberi nama lain kepada mereka: Daniel dinamainya Beltsazar, Hananya dinamainya Sadrakh, Misael dinamainya Mesakh dan Azarya dinamainya Abednego. Mereka dipekerjakan dalam pemerintahan Babilonia dan Daniel kemudian juga bekerja pada raja Media Persia. Daniel diangkat sebagai kepala menteri di pemerintahan Media Persia sepanjang hidupnya. Catatan kitab-kitabnya ditemukan di dalam gua di Laut Mati di antara Naskah Laut Mati bersama dengan catatan nabi-nabi yang lainnya. Kisah mengenai sejarahnya juga terdapat dalam catatan sejarah Media Persia.
Nubuatnya dimulai dari Kitab Daniel pasal ke-7 sampai 12. Seluruh nubuatannya adalah tentang akhir zaman, berbeda dengan Yesaya, Yeremia dan Yehezkiel yang banyak bernubuat tentang kedatangan Mesias, meskipun juga menyangkut akhir zaman. Daniel diberi penglihatan (wahyu) oleh Tuhan tentang apa yang terjadi pada sejarah dunia. Inti nubuat yang ia dapatkan adalah berupa akan ada sejumlah peristiwa besar yang terjadi menjelang akhir zaman, termasuk kedatangan Mesias, sampai dengan tibanya akhir zaman.
Makam Daniel
Peter Paul Rubens, Daniele (1615)
Sebuah makam konon merupakan tempat peristirahatan terakhir nabi Daniel terletak di Benteng Kirkuk di kota Kirkuk di Irak. Ada sebuah masjid yang dibangun di kubur itu. Masjid itu mempunyai gapura dan pilar-pilar dan dua kubah pada dasar yang dihias. Di sampingnya terdapat tiga buah menara yang berasal dari akhir kekuasaan Mongol. Masjid itu sekitar 400 km persegi, dan di situ ada empat buah makam yang konon merupakan makam Daniel, Hana, Ezra dan Mikail. Sebuah makam lain di Susa, Iran, juga diklaim sebagai makam Daniel. selain itu juga, masyarakat Mesir meyakini bahwa makam Daniel terletak di Alexandria, Mesir.
Menurut ahli sejarah Islam, kuburan Daniel, ditemukan pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Saat itu ketika Iskandariyah berhasil dilumpuhkan oleh Amr bin Ash pada tahun 641 Masehi, Amr dan para tentara melihat ada tempat bersembunyi yang dikunci dengan gembok besi. Kemudian mereka membukanya, dan ternyata di dalamnya ada lobang kecil yang ditutup dengan marmer berwarna hijau yang ditutup dengan marmer berwarna hijau lainnya. Ketika dibuka, ternyata di dalamnya ada jenazah seorang laki-laki dengan kain kafan yang ditenun dengan benang emas, dan memiliki badan yang sangat besar. Kejadian itu dilaporkan kepada Khalifah Umar, dan Umar segera bertanya kepada Ali bin Abi Thalib. Ali kemudian menjawab bahwa jenazah tersebut adalah jenazah Nabi Daniel. Umar segera memerintahkan Amr bin Ash untuk mengkafani kembali jenazah tadi, dan meminta untuk dikuburkan disebuah tempat yang tidak dapat dijangkau oleh orang-orang. Amr bin Ash lalu membuatkan kuburannya lagi di kota Iskandariyah yang saat ini di atasnya dibangun sebuah masjid yang diberi nama, Masjid Nabi Daniel.
Nabi Hizqil ( Hizir )
Nama Nabi Hizqil tidak disebutkan didalam al-Quran tetapi kisahnya diceritakan di dalam al-Quran surah Al-Baqarah (2:243) ,banyak nabi yg berasal dari bangsa yahudi,nama mereka ada yang disebutkan dengan jelas,seperti Nabi Musa dan juga Nabi Daud dan yang lainnya.
kisahnya di dalam Al-Quran, Berfirman Allah SWT :'' Apakah engkau tidak memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka sedang mereka beribu-ribu jumlahnya karena takut mati,Maka Allah berfirman kepada mereka,'Matilah kalian' kemudian Allah menghidupkan mereka.Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.''(TQS AL-Baqarah: 243)
Muhammad bin ishak menceritakan dari Wahab bin Munabih,''ketika kalib bin yofana kembali ke pangkuan ilahi, yaitu setelah yusya,semua urusan bani israel diserahkan kepada Nabi Hizqil bin Budzil,putra Al-Ajuz yg telah mendoakan kaumnya sebagaimana telah disebutkan Allah dalam firman-Nya
Asbath menceritakan dari Al-Saidi dari Abu Malik dari Abu Shalih dari Ibnu Abbas dari Murrah dari Ibnu Mas'ud dari beberapa sahabat mengenai firman Allah surah Al-Baqarah ayat 243, mereka mengatakan kampung halaman itu bernama Mawardan yg dijangkit penyakit tho'un (penyakit ganas, sehingga pagi sakit sore mati atau sore sakit pagi mati)... Akibatnya seluruh penduduk melarikan diri dan tinggal dipinggiran daerah tersebut mereka yang menetap dikampung itu pun binasa tetapi banyak juga dari mereka yg tidak mati,setelah penyakit tho'un lenyap,mereka pun kembali dalam keadaan selamat maka orang-orang yg tetap tinggal dikampung itu berkata,'para sahabat kami lebih beruntung dari kami,seandainya kami melakukan seperti yg mereka lakukan,niscaya kami akan tetap hidup,jika penyakit tho'un mewabah yang kedua kalinya, kami akan ikut keluar bersama mereka.'...
Pada tahun berikutnya penyakit tho'un itu melanda mereka kembali,maka mereka yg berjumlah ribuan lebih melarikan diri hingga tinggal di lembahAfih...Mereka diseru malaikat dari bawah lembah dan dari atas lembah ''Matilah kalian semua'' mereka pun dilewati seorang Nabi yg bernama Nabi Hizqil,ketika menyaksikan mereka, Nabi Hizqil berhenti,berfikir tentang mereka itu dan menggerakkan kedua bibir dan jari-jarinya...
Allah mewahyukan kepadanya,''Apakah engkau mau Aku memperlihatkan kepada mu bagaimana Aku menghidupkan mereka?'' Nabi pun menjawab''Ya''...Nabi Hizqil memikirkan keajaiban dari kekuasaan Allah Azza wa Jalla atas mereka kemudian dikatakan kepadanya,''Serulah'',maka Nabi Hizqil pun berseru,'' Hai tulang-belulang,sesungguhnya Allah menyuruh kalian untuk bersatu''.Seketika itu juga tulang-belulang itu saling bertebaran,saling memadu satu dengan lainnya,hingga akhirnya menjadi jasad yang masih dalam bentuk tulang..
.Allah mewahyukan kepadanya agar dia menyeru,''Hai sekalian tulang-belulang,sesungguhnya Allah menyuruh kalian agar kalian mengenakan daging''.maka tulang-belulang itu pun langsung berlapiskan daging,berdarah,sekaligus berpakaian...Dikatakan kepada Nabi Hizqil ,''Serulah'' Maka Nabi pun berseru.''Wahai para jasad, Sesungguhnya Allah menyuruh kalian untuk bangkit''.mereka pun bangkit...
Asbath berkata dengan bersumber dari mujahid,bahwa mansyur beranggapan ketika di hidupkan kembali mereka berkata ''Mahasuci Engkau ya Allah,segala puji hanya bagi-Mu, tiada Tuhan melainkan Allah''.mereka kembali kepada kaumnya dalam keadaan hidup padahal diketahui bahwa mereka sudah mati.
Rasulullah SAW bersabda:'' Wabah tersebut pernah ditimpakan sebagai siksaan bagi umat-umat sebelum kalian,jika kalian mendengar berita tentang penyakit itu di suatu daerah janganlah kalian memasuki daerah itu,Dan jika penyakit itu mewabah di daerah dimana kalian berada janganlah kalian keluar darinya karena hendak melarikan diri darinya.''( H.R. Ahmad)
Imam Bukhari dan Imam Muslìm juga meriwayatkan hadist senada yang bersumber dari Al-Zuhri...Muhammad bin Ishak mengemukakan, '' Tidak disebut kan kepada kami berapa lama Nabi Hisqil menetap di tengah Bani Israel hingga akhirnya Allah SWT memanggilnya kembali ke sisi-Nya.''...
Nabi Hizqil wafat
Setelah Nabi Hizqil wafat, Bani israel melupakan janji mereka kepada Allah, bahkan mereka menyembah berbagai macam berhala, yang salah satunya bernama Ba'al,kemudian Allah SWT mengutus Ilyas bin Yasin bin Fanhas bin Izar bin Harun bin Imran kepada mereka...
Berfirman Allah SWT: '' Manusia adalah umat yang satu maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab yang benar untuk memberi keputusan diantara mereka tentang perkara yang di perselisihkan."(TQS Al-Baqarah:213)
Nabi Samuel atau Shmu'el (bahasa Ibrani: שְׁמוּאֵל, Modern Šəmuʼel Tiberias Šəmûʼēl ; "El" (Allah) mendengar"; Arab: صموئيل, Shamu`il) adalah seorang pemimpin penting dalam Sejarah Israel kuno. Kisahnya diceritakan dalam Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama di Alkitab Kristen, khususnya dalam Kitab 1 Samuel.
Menurut pandangan sastra rabinik, Samuel adalah hakim terakhir dan nabi pertama yang mulai bernubuat di Negeri Israel. Ia hidup di antara dua zaman, yaitu zaman hakim-hakim dan zaman kerajaan, seperti yang dapat dilihat bahwa riwayat dalam Kitab 1 dan 2 Samuel langsung mengikuti Kitab Hakim-hakim. Ia mengurapi dua raja pertama Kerajaan Israel, yaitu Raja Saul dan Raja Daud.
Arti nama Samuel (שְׁמוּאֵ֔ל) adalah 'nama-Nya adalah Allah' ('shemu', namanya; 'El', Allah) hal ini sesuai dengan janji Hana kepada Allah untuk menyerahkan anak yang akan dilahirkannya menjadi seorang nazir bagi Allah. Untuk mengingat janjinya itulah Hana menamai anaknya 'Shemuel'
Terjemahan harafiah lain dari Samuel ialah Allah mendengar ('Shama', mendengar; 'El', Allah), sesuai dengan Samuel 1:20; di situ dikatakan bahwa Hana menamai anaknya untuk mengenang permohonannya kepada Allah akan seorang anak, dan Allah mendengarnya.
Ada dua orang dalam Alkitab Perjanjian Lama yang memakai nama Samuel. Ada dua orang yang bernama Samuel dalam Perjanjian Lama, yaitu Samuel bin Amihud, tokoh ini sekali saja disebutkan dalam Alkitab. Tokoh terkenal yang disebut sebagai Nabi Samuel disebutkan pertama kali dalam 1 Samuel 1:20.
Kelahiran dan tahun-tahun pertama
Kelahirannya dicatat dalam 1 Samuel 1:20. Hana, ibu Samuel, adalah salah seorang dari dua istri Elkana, seorang Lewi. Ia pergi ke Silo untuk berdoa kepada Tuhan, dengan sungguh-sungguh memohon kepada Allah agar ia dapat mempunyai seorang anak lelaki. Doanya ternyata dikabulkan; dan setelah anak itu disapih ia membawanya ke Silo dan mempersembahkannya kepada Tuhan sebagai seorang "nazir" untuk seumur hidupnya.
Di sini segala kebutuhan fisiknya serta pendidikannya diperhatikan oleh kaum perempuan yang melayani di Kemah Suci[butuh rujukan], sementara Eli mengawasi pendidikan keagamaannya. Demikianlah, barangkali sekitar dua belas tahun dari hidupnya. "Tetapi Samuel yang muda itu, semakin besar dan semakin disukai, baik di hadapan TUHAN maupun di hadapan manusia." Pada masa itu pula terjadi kemerosotan moral yang hebat di Israel.
Kemasyhuran dan pengaruh
Pesan yang datang dari Tuhan berisi berita kehancuran Eli dan anak-anaknya yang jahat. Samuel menyampaikan semuanya kepada Eli. Terhadap berita penghukuman yang mengerikan itu, Eli hanya menjawab, ""Dia TUHAN, biarlah diperbuat-Nya apa yang dipandang-Nya baik".
Tuhan kini menyatakan dirinya dalam cara yang berbeda-beda kepada Samuel. Kemasyhuran dan pengaruhnya meningkat di seluruh negeri sebagai satu-satunya orang yang dipanggil ke dalam jabatan sebagai nabi oleh Tuhan. Beban orang Filistin terlalu berat, dan rakyat yang mengeluh di bawah penindasan yang meluas itu, tiba-tiba bangkit memberontak, dan "orang Israel maju berperang melawan orang Filistin." Pertempuran hebat terjadi di Afek, dekat Eben-Haezer. Bangsa Israel dikalahkan, dengan 4.000 orang tewas "di medan pertempuran".
Pertempuran kedua
Pertempuran kedua berlangsung, dan kembali tentara Filistin mengalahkan tentara Israel, menyerbu ke perkemahan mereka, membantai 30.000 orang, dan merebut Tabut Perjanjian. Berita tentang pertempuran fatal ini segera sampai di Silo. Segera setelah Eli yang lanjut usia mendengar bahwa Tabut Allah direbut, ia terjatuh dari kursinya di pintu gerbang, lalu patah lehernya dan meninggal.
Mungkin atas nasihat Samuel yang saat itu berusia sekitar 20 tahun, Kemah Suci bersama perlengkapannya dipindahkan dari Silo ke sebuah tempat yang dianggap aman, dan akhirnya ke Nob. Tabut itu diletakkan di sana selama bertahun-tahun. Tentara Filistin masuk ke Silo dan merampas serta menghancurkannya.
Beberapa pakar modern menganggap bahwa Kitab Ulangan pasal 32 mungkin ditulis oleh Samuel sendiri sebagai tanggapan terhadap implikasi teologis dari kekalahan yang sangat parah ini, meskipun tidak ada bukti konkrit bahwa hal ini benar terjadi.
Ibadah orang Israel
Samuel menyelenggarakan ibadah secara teratur di Silo, di mana ia mendirikan altar; dan di Rama di mana ia mengumpulkan orang-orang muda dan mendirikan sekolah untuk para nabi. Sekolah-sekolah nabi kemudian juga didirikan di Gibea, Betel, Gilgal, dan Yerikho, memberikan pengaruh penting bagi karakter dan sejarah bangsa dalam memelihara agama murni di tengah pertumbuhan kesesatan. Mereka terus ada sampai Israel masuk ke dalam masa kerajaan.
Setelah lewat beberapa tahun menjadi hakim, Samuel dikenal sebagai sahabat dan penasehat bagi banyak orang Israel untuk urusan pribadi dan umum. Ia merupakan negarawan besar dan juga seorang reformer, dan semua menghargainya dengan gelar "pelihat", nabi Tuhan.
Akhir masa tugas
Ketika Samuel sudah tua dan mendekati akhir masa tugasnya, para penatua Israel datang kepadanya di Rama (1 Samuel 8:4, 5, 19-22). Samuel mengangkat putra-putranya menjadi hakim di Bersyeba, tetapi mereka ternyata tidak jujur dan korupsi. Para tua-tua Israel, mengantisipasi penyalahgunaan kekuasaan Samuel serta ancaman dari bani Amon, menuntut agar seorang raja dipilih untuk memerintah bangsa Israel. Hal ini mengesalkan hati Samuel. Ia berdebat dengan mereka dan memberi peringatan konsekuensi kehadiran seorang raja (lihat 1 Samuel pasal 8). Akhirnya, setelah diberi petunjuk oleh Allah, Samuel menerima tuntutan mereka dan mengurapi Saul menjadi raja Israel. Sebelum meminta diri dari bangsa itu untuk pensiun, Samuel mengumpulkan bangsa itu di Gilgal dan dengan khidmad menjabarkan kembali hubungannya dengan bangsa itu sebagai hakim dan nabi (1 Samuel pasal 12).
Sisa hidupnya dihabiskan di kota Rama dan hanya dalam peristiwa khusus muncul kembali di depan umum (1 Samuel 13, 15) membawa firman Allah untuk Saul. Ketika bersedih atas berbagai kejahatan yang jatuh ke bangsa itu, tiba-tiba ia disuruh Allah pergi ke Betlehem untuk mengurapi Daud bin Isai menjadi raja Israel kedua, yang kelak menggantikan raja Saul (1 Samuel 16).
Kematian
Samuel mati di kota tinggalnya, Rama. Menurut tradisi Yahudi, tanggal kematiannya adalah 28 Iyar, kemungkinan pada usia sekitar 80 tahun. Seluruh orang Israel berkumpul meratapi dia dan menguburkan dia di rumahnya di Rama, bukan di dalam rumah itu sendiri, melainkan di halaman rumahnya (bandingkan 2 Raja-raja 21:18; 2 Tawarikh 33:20; 1 Raja-raja 2:34; Yohanes 19:41) Ketaatan Samuel kepada Allah dan berkat khusus dari Allah untuknya disebutkan di bagian Alkitab yang lain, yaitu Yeremia 15:1 dan Mazmur 99:6.
Menurut sejarawan Yahudi-Romawi abad ke-1 M, Flavius Yosefus (37-100 M), Samuel memimpin dan menjadi hakim atas orang Israel sendirian, setelah kematian Imam Besar Eli, selama 12 tahun; kemudian 18 tahun lamanya bersama-sama dengan raja Saul.
Makam
Benjamin dari Tudela mengunjungi daerah sekitar kota Rama pada tahun 1173, mencatat bahwa para tentara Perang Salib menemukan tulang-tulang Samuel di pekuburan orang Yahudi di Ramla pada dataran pantai dan menguburkannya kembali di kota Rama, menghadap ke Kota Suci (Yerusalem). Kuburannya sendiri secara tradisi ada di kota yang dikenal dengan nama Neby Samwil (“nabi Samuel”) yang terletak di Mizpa daerah Benyamin, di mana Samuel diangkat menjadi pemimpin Israel.[19] Sampai sekarang ada Mesjid Nabi Samwil di kota Rama, yang dibangun di atas bekas benteng zaman Perang Salib, di mana diyakini makam nabi Samuel ada di dalam bangunan Mameluke.
Tradisi Islam
Samuel dalam Islam dianggap sebagai salah satu nabi Bani Israel dan dikatakan bahwa Samuel adalah keturunan dari Yusuf. Ia pernah diminta oleh kaumnya untuk memilih seorang pemimpin dari kalangannya. Pada akhirnya terpilihlah Thalut yang memiliki profesi seorang petani. Namanya tidak disebutkan dalam Al-Qur'an, tetapi referensi telah dibuat oleh Allah dalam surah Al Baqarah, tanpa menyebutkan namanya.
Nabi Al-Khidr
Nabi Al-Khidr (Arab:الخضر, Khadr, Khadr) adalah nama yang diberikan kepada seorang nabi misterius dalam Surah Al-Kahf ayat 65-82. Selain kisah tentang Nabi Khadir yang mengajarkan tentang ilmu dan kebijaksanaan kepada Nabi Musa, asal usul dan kisah lainnya tentang Nabi Khadir tidak banyak disebutkan.
Dalam bukunya yang berjudul “Mystical Dimensions of Islam”, oleh penulis Annemarie Schimmel, Khadir dianggap sebagai salah satu nabi dari empat nabi dalam kisah Islam dikenal sebagai ‘Sosok yang tetap Hidup’ atau ‘Abadi’. Tiga lainnya adalah Idris, Ilyas, dan Isa. Khadir abadi karena ia dianggap telah meminum air kehidupan, dikatakan bahwa Khadir telah berusia lebih dari enam ribu tahun. Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa Khadir adalah masih sama dengan seseorang yang bernama Elia. Ia juga diidentifikasikan sebagai St. George. Di antara pendapat awal para cendikiawan Barat, Rodwell menyatakan bahwa “Karakter Khadir dibentuk dari Yitro.”
Dalam kisah literatur Islam, satu orang bisa bermacam-macam sebutan nama dan julukan yang telah disandang oleh Khadir. Beberapa orang mengatakan Khadir adalah gelarnya; yang lainnya menganggapnya sebagai nama julukan. Khadir telah disamakan dengan St. George, dikenal sebagai “Elia versi Muslim” dan juga dihubungkan dengan Pengembara abadi. Para cendikiawan telah menganggapnya dan mengkarakterkan sosoknya sebagai orang suci, nabi, pembimbing nabi yang misterius dan lain lain.
Etimologi
Al-Khadir secara harfiah berarti 'Seseorang yang Hijau' melambangkan kesegaran jiwa, warna hijau melambangkan kesegaran akan pengetahuan “berlarut langsung dari sumber kehidupan.” Dalam situs Encyclopædia Britannica, dikatakan bahwa Khadir memiliki telah diberikan sebuah nama, yang paling terkenal adalah Balyā bin Malkān.
Genealogi
Menurut sebuah situs web, Khadir adalah sepupu Raja Dzul Qarnain dari pihak ibu. Menurut Ibnu Abbas, Khadir adalah seorang anak cucu Nabi Adam yang taat beribadah kepada Allah dan ditangguhkan ajalnya. Ibunya berasal dari Romawi sedangkan bapaknya keturunan bangsa Parsi.
Kemudian Mahmud al-Alusi menambahkan bahwa ia tidak membenarkan semua pendapat mengenai riwayat asal usul Nabi Khadir, tetapi An-Nawawi mengatakan bahwa ia adalah seorang putra raja.
Biografi
Al-Khadir (kanan) dan Dzu al-Qarnayn, takjub dengan penglihatannya terhadap seekor ikan air asin yang kembali hidup ketika ditaruh ke dalam Air Kehidupan.
Teguran Allah kepada Musa
Kisah Musa dan Khadir dituturkan oleh Al-Qur'an dalam Surah Al-Kahf ayat 65-82. Menurut Ibnu Abbas, Ubay bin Ka'ab menceritakan bahawa dia mendengar Nabi Muhammad bersabda: “Sesungguhnya pada suatu hari, Musa berdiri di khalayak Bani Israil lalu dia ditanya, “Siapakah orang yang paling berilmu?” Jawab Nabi Musa, “Aku” Lalu Allah menegur Nabi Musa dengan firman-Nya, “Sesungguhnya di sisi-Ku ada seorang hamba yang berada di pertemuan dua lautan dan dia lebih berilmu daripada kamu.”
Lantas Musa pun bertanya, “Wahai Tuhanku, dimanakah aku dapat menemuinya?” Allah pun berfirman, “Bawalah bersama-sama kamu seekor ikan di dalam sangkar dan sekiranya ikan tersebut hilang, di situlah kamu akan bertemu dengan hamba-Ku itu.” Sesungguhnya teguran Allah itu mencetuskan keinginan yang kuat dalam diri Nabi Musa untuk menemui hamba yang shalih itu. Di samping itu, Nabi Musa juga ingin sekali mempelajari ilmu dari Hamba Allah tersebut.
Musa kemudiannya menunaikan perintah Allah itu dengan membawa ikan di dalam wadah dan berangkat bersama-sama pembantunya yang juga merupakan murid dan pembantunya, Yusya bin Nun.
Mereka berdua akhirnya sampai di sebuah batu dan memutuskan untuk beristirahat sejenak karena telah menempuh perjalanan cukup jauh. Ikan yang mereka bawa di dalam wadah itu tiba-tiba meronta-ronta dan selanjutnya terjatuh ke dalam air. Allah SWT membuatkan aliran air untuk memudahkan ikan sampai ke laut. Yusya` tertegun memperhatikan kebesaran Allah menghidupkan semula ikan yang telah mati itu.
Selepas menyaksikan peristiwa yang sungguh menakjubkan dan luar biasa itu, Yusya' tertidur dan ketika terjaga, dia lupa untuk menceritakannya kepada Musa Mereka kemudiannya meneruskan lagi perjalanan siang dan malamnya dan pada keesokan paginya,
“ Nabi Musa berkata kepada Yusya` “Bawalah ke mari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” (Surah Al-Kahfi : 62) ”
Ibn `Abbas berkata, “Nabi Musa sebenarnya tidak merasa letih sehingga baginda melewati tempat yang diperintahkan oleh Allah supaya menemui hamba-Nya yang lebih berilmu itu.” Yusya’ berkata kepada Nabi Musa,
“ “Tahukah guru bahwa ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak lain yang membuat aku lupa untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu kembali masuk kedalam laut itu dengan cara yang amat aneh.” (Surah Al-Kahfi : 63) ”
Musa segera teringat sesuatu, bahwa mereka sebenarnya sudah menemukan tempat pertemuan dengan hamba Allah yang sedang dicarinya tersebut. Kini, kedua-dua mereka berbalik arah untuk kembali ke tempat tersebut yaitu di batu yang menjadi tempat persinggahan mereka sebelumnya, tempat bertemunya dua buah lautan.
“ Musa berkata, “Itulah tempat yang kita cari.” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (Surah Al-Kahfi : 64) ”
Terdapat banyak pendapat tentang tempat pertemuan Musa dengan Khadir. Ada yang mengatakan bahawa tempat tersebut adalah pertemuan Laut Romawi dengan Parsia yaitu tempat bertemunya Laut Merah dengan Samudra Hindia. Pendapat yang lain mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di tempat pertemuan antara Laut Roma dengan Lautan Atlantik. Di samping itu, ada juga yang mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di sebuah tempat yang bernama Ras Muhammad yaitu antara Teluk Suez dengan Teluk Aqabah di Laut Merah.
Persyaratan belajar
Setibanya mereka di tempat yang dituju, mereka melihat seorang hamba Allah yang berjubah putih bersih. Nabi Musa pun mengucapkan salam kepadanya. Khadir menjawab salamnya dan bertanya, “Dari mana datangnya kesejahteraan di bumi yang tidak mempunyai kesejahteraan? Siapakah kamu” Jawab Musa, “Aku adalah Musa.” Khadir bertanya lagi, “Musa dari Bani Isra’il?” Nabi Musa menjawab, “Ya. Aku datang menemui tuan supaya tuan dapat mengajarkan sebagian ilmu dan kebijaksanaan yang telah diajarkan kepada tuan.”
Khadir menegaskan, “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup bersabar bersama-samaku.” (Surah Al-Kahfi : 67) “Wahai Musa, sesungguhnya ilmu yang kumiliki ini ialah sebahagian daripada ilmu karunia dari Allah yang diajarkan kepadaku tetapi tidak diajarkan kepadamu wahai Musa. Kamu juga memiliki ilmu yang diajarkan kepadamu yang tidak kuketahuinya.”
“ Nabi Musa berkata, “Insya Allah tuan akan mendapati diriku sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan menentang tuan dalam sesuatu urusan pun.” (Surah Al-Kahfi : 69) ”
“ Dia (Khadir) selanjutnya mengingatkan, “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun sehingga aku sendiri menerangkannya kepadamu.” (Surah Al-Kahfi : 70) ”
Perjalanan Khadir dan Musa
Demikianlah seterusnya Musa mengikuti Khadir dan terjadilah beberapa peristiwa yang menguji diri Musa yang telah berjanji bahawa baginda tidak akan bertanya sebab sesuatu tindakan diambil oleh Nabi Khadir. Setiap tindakan Nabi Khadir itu dianggap aneh dan membuat Nabi Musa terperanjat.
Kejadian yang pertama adalah saat Nabi Khadir menghancurkan perahu yang ditumpangi mereka bersama. Nabi Musa tidak kuasa untuk menahan hatinya untuk bertanya kepada Nabi Khadir. Nabi Khadir memperingatkan janji Nabi Musa, dan akhirnya Nabi Musa meminta maaf karena kalancangannya mengingkari janjinya untuk tidak bertanya terhadap setiap tindakan Nabi Khadir.
Selanjutnya setelah mereka sampai di suatu daratan, Nabi Khadir membunuh seorang anak yang sedang bermain dengan kawan-kawannnya. Peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh Nabi Khadir tersebut membuat Nabi Musa tak kuasa untuk menanyakan hal tersebut kepada Nabi Khadir. Nabi Khadir kembali mengingatkan janji Nabi Musa, dan dia diberi kesempatan terakhir untuk tidak bertanya-tanya terhadap segala sesuatu yang dilakukan oleh Nabi Khadir, jika masih bertanya lagi maka Nabi Musa harus rela untuk tidak mengikuti perjalanan bersama Nabi Khadir.
Selanjutnya mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai disuatu wilayah perumahan. Mereka kelelahan dan hendak meminta bantuan kepada penduduk sekitar. Namun sikap penduduk sekitar tidak bersahabat dan tidak mau menerima kehadiran mereka, hal ini membuat Nabi Musa merasa kesal terhadap penduduk itu. Setelah dikecewakan oleh penduduk, Nabi Khadir malah menyuruh Nabi Musa untuk bersama-samanya memperbaiki tembok suatu rumah yang rusak di daerah tersebut. Nabi Musa tidak kuasa kembali untuk bertanya terhadap sikap Nabi Khadir ini yang membantu memperbaiki tembok rumah setelah penduduk menzalimi mereka. Akhirnya Nabi Khadir menegaskan pada Nabi Musa bahwa dia tidak dapat menerima Nabi Musa untuk menjadi muridnya dan Nabi Musa tidak diperkenankan untuk terus melanjutkan perjalannya bersama dengan Nabi Khadir.
Selanjutnya Nabi Khadir menjelaskan mengapa dia melakukan hal-hal yang membuat Nabi Musa bertanya. Kejadian pertama adalah Nabi Khadir menghancurkan perahu yang mereka tumpangi karena perahu itu dimiliki oleh seorang yang miskin dan di daerah itu tinggallah seorang raja yang suka merampas perahu miliki rakyatnya.
Kejadian yang kedua, Nabi Khadir menjelaskan bahwa dia membunuh seorang anak karena kedua orang tuanya adalah pasangan yang beriman dan jika anak ini menjadi dewasa dapat mendorong bapak dan ibunya menjadi orang yang sesat dan kufur. Kematian anak ini digantikan dengan anak yang shalih dan lebih mengasihi kedua bapak-ibunya hingga ke anak cucunya.
Kejadian yang ketiga (terakhir), Nabi Khadir menjelaskan bahwa rumah yang dinding diperbaiki itu adalah milik dua orang kakak beradik yatim yang tinggal di kota tersebut. Di dalam rumah tersebut tersimpan harta benda yang ditujukan untuk mereka berdua. Ayah kedua kakak beradik ini telah meninggal dunia dan merupakan seorang yang shalih. Jika tembok rumah tersebut runtuh, maka bisa dipastikan bahwa harta yang tersimpan tersebut akan ditemukan oleh orang-orang di kota itu yang sebagian besar masih menyembah berhala, sedangkan kedua kakak beradik tersebut masih cukup kecil untuk dapat mengelola peninggalan harta ayahnya. Dipercaya tempat tersebut berada di negeri Antakya, Turki.
Akhirnya Nabi Musa sadar hikmah dari setiap perbuatan yang telah dikerjakan Nabi Khadir. Akhirya mengerti pula Nabi Musa dan merasa amat bersyukur karena telah dipertemukan oleh Allah dengan seorang hamba Allah yang shalih yang dapat mengajarkan kepadanya ilmu yang tidak dapat dituntut atau dipelajari yaitu ilmu ladunni. Ilmu ini diberikan oleh Allah SWT kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Nabi Khadir yang bertindak sebagai seorang guru banyak memberikan nasihat dan menyampaikan ilmu seperti yang diminta oleh Nabi Musa, dan Nabi Musa menerima nasihat tersebut dengan penuh rasa gembira.
Saat mereka di dalam perahu yang ditumpangi, datanglah seekor burung lalu hinggap di ujung perahu itu. Burung itu meneguk air dengan paruhnya, lalu Nabi Khadir berkata, “Ilmuku dan ilmumu tidak berbanding dengan ilmu Allah, Ilmu Allah tidak akan pernah berkurang seperti air laut ini karena diteguk sedikit airnya oleh burung ini.”
Sebelum berpisah, Khadir berpesan kepada Musa: “Jadilah kamu seorang yang tersenyum dan bukannya orang yang tertawa. Teruskanlah berdakwah dan janganlah berjalan tanpa tujuan. Janganlah pula apabila kamu melakukan kekhilafan, berputus asa dengan kekhilafan yang telah dilakukan itu. Menangislah disebabkan kekhilafan yang kamu lakukan, wahai Ibnu `Imran.”
Hikmah kisah Khadir
Dari kisah Khadir ini kita dapat mengambil pelajaran penting. Di antaranya adalah ilmu merupakan karunia Allah SWT, tidak ada seorang manusia pun yang boleh mengklaim bahwa dirinya lebih berilmu dibanding yang lainnya. Hal ini dikarenakan ada ilmu yang merupakan anugrah dari Allah SWT yang diberikan kepada seseorang tanpa harus mempelajarinya.
Hikmah yang kedua adalah kita perlu bersabar dan tidak terburu-buru untuk mendapatkan kebijaksanaan dari setiap peristiwa yang dialami. Hikmah ketiga adalah setiap murid harus memelihara adab dengan gurunya. Setiap murid harus bersedia mendengar penjelasan seorang guru dari awal hingga akhir sebelum nantinya dapat bertindak di luar perintah dari guru. Kisah Nabi Khadir ini juga menunjukan bahwa Islam memberikan kedudukan yang sangat istimewa kepada guru.
Nabi Daniel
Nabi Daniel (bahasa Ibrani: דָּנִיּאֵל, Modern Daniyyel Tiberias Dāniyyêl ; "Allah adalah hakimku"; Arab: دانيال, Dâniyal atau Danial) adalah seorang nabi dari Bani Israel, yang dikenal dalam ajaran agama Yahudi dan Kristen, terutama dicatat dalam Kitab Daniel di Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama di Alkitab Kristen. Dalam ajaran Islam ia tidak termasuk salah satu dari 25 nabi yang wajib diketahui, namun demikian ahli sejarah Islam dan mufassirin mengatakan bahwa ia termasuk nabi yang pernah hidup dan meninggal di Mesir. Ia dikatakan masih keturunan dari Dawud.
Etimologi
Nama Daniel yang berarti "Tuhan adalah Hakimku", Dan berarti "penghakiman atau "hakim", "i" adalah "-ku" dan "El" berarti Allah. Ada juga tulisan nama "Dan'el" (bahasa Ibrani: דָּנִאֵל) yang dicatat dalam Kitab Yehezkiel pasal 14 ayat 14 dan 20, serta pasal 28 ayat 14 dan selain itu ditemukan pada inskripsi Palmyrene. Pelafalan "Dani'el" ("Allah adalah hakimku") lebih mungkin daripada "Dan'el" ("Allah adalah hakim"), karena lebih serasi dengan struktur umum nama Ibrani.
Pandangan Yahudi dan Kristen
Daniel hidup pada masa pembuangan bangsa Israel dari Kerajaan Yehuda ke Babilonia. Pada tahun yang ke-3 pemerintahan Yoyakim, raja Yehuda, datanglah Nebukadnezar, raja Babel, ke Yerusalem, lalu mengepung kota itu. Tuhan menyerahkan Yoyakim, raja Yehuda, dan sebagian dari perkakas-perkakas di rumah Allah ke dalam tangannya. Semuanya itu dibawanya ke tanah Sinear, ke dalam rumah dewanya; perkakas-perkakas itu dibawanya ke dalam perbendaharaan dewanya. Lalu raja bertitah kepada Aspenas, kepala istananya, untuk membawa beberapa orang Israel, yang berasal dari keturunan raja dan dari kaum bangsawan, yakni orang-orang muda yang tidak ada sesuatu cela, yang berperawakan baik, yang memahami berbagai-bagai hikmat, berpengetahuan banyak dan yang mempunyai pengertian tentang ilmu, yakni orang-orang yang cakap untuk bekerja dalam istana raja, supaya mereka diajarkan tulisan dan bahasa orang Kasdim. Dan raja menetapkan bagi mereka pelabur setiap hari dari santapan raja dan dari anggur yang biasa diminumnya. Mereka harus dididik selama 3 tahun, dan sesudah itu mereka harus bekerja pada raja. Di antara mereka itu ada juga beberapa orang Yehuda, yakni Daniel, Hananya, Misael dan Azarya. Pemimpin pegawai istana itu memberi nama lain kepada mereka: Daniel dinamainya Beltsazar, Hananya dinamainya Sadrakh, Misael dinamainya Mesakh dan Azarya dinamainya Abednego. Mereka dipekerjakan dalam pemerintahan Babilonia dan Daniel kemudian juga bekerja pada raja Media Persia. Daniel diangkat sebagai kepala menteri di pemerintahan Media Persia sepanjang hidupnya. Catatan kitab-kitabnya ditemukan di dalam gua di Laut Mati di antara Naskah Laut Mati bersama dengan catatan nabi-nabi yang lainnya. Kisah mengenai sejarahnya juga terdapat dalam catatan sejarah Media Persia.
Nubuatnya dimulai dari Kitab Daniel pasal ke-7 sampai 12. Seluruh nubuatannya adalah tentang akhir zaman, berbeda dengan Yesaya, Yeremia dan Yehezkiel yang banyak bernubuat tentang kedatangan Mesias, meskipun juga menyangkut akhir zaman. Daniel diberi penglihatan (wahyu) oleh Tuhan tentang apa yang terjadi pada sejarah dunia. Inti nubuat yang ia dapatkan adalah berupa akan ada sejumlah peristiwa besar yang terjadi menjelang akhir zaman, termasuk kedatangan Mesias, sampai dengan tibanya akhir zaman.
Makam Daniel
Peter Paul Rubens, Daniele (1615)
Sebuah makam konon merupakan tempat peristirahatan terakhir nabi Daniel terletak di Benteng Kirkuk di kota Kirkuk di Irak. Ada sebuah masjid yang dibangun di kubur itu. Masjid itu mempunyai gapura dan pilar-pilar dan dua kubah pada dasar yang dihias. Di sampingnya terdapat tiga buah menara yang berasal dari akhir kekuasaan Mongol. Masjid itu sekitar 400 km persegi, dan di situ ada empat buah makam yang konon merupakan makam Daniel, Hana, Ezra dan Mikail. Sebuah makam lain di Susa, Iran, juga diklaim sebagai makam Daniel. selain itu juga, masyarakat Mesir meyakini bahwa makam Daniel terletak di Alexandria, Mesir.
Menurut ahli sejarah Islam, kuburan Daniel, ditemukan pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Saat itu ketika Iskandariyah berhasil dilumpuhkan oleh Amr bin Ash pada tahun 641 Masehi, Amr dan para tentara melihat ada tempat bersembunyi yang dikunci dengan gembok besi. Kemudian mereka membukanya, dan ternyata di dalamnya ada lobang kecil yang ditutup dengan marmer berwarna hijau yang ditutup dengan marmer berwarna hijau lainnya. Ketika dibuka, ternyata di dalamnya ada jenazah seorang laki-laki dengan kain kafan yang ditenun dengan benang emas, dan memiliki badan yang sangat besar. Kejadian itu dilaporkan kepada Khalifah Umar, dan Umar segera bertanya kepada Ali bin Abi Thalib. Ali kemudian menjawab bahwa jenazah tersebut adalah jenazah Nabi Daniel. Umar segera memerintahkan Amr bin Ash untuk mengkafani kembali jenazah tadi, dan meminta untuk dikuburkan disebuah tempat yang tidak dapat dijangkau oleh orang-orang. Amr bin Ash lalu membuatkan kuburannya lagi di kota Iskandariyah yang saat ini di atasnya dibangun sebuah masjid yang diberi nama, Masjid Nabi Daniel.
Nabi Hizqil ( Hizir )
Nama Nabi Hizqil tidak disebutkan didalam al-Quran tetapi kisahnya diceritakan di dalam al-Quran surah Al-Baqarah (2:243) ,banyak nabi yg berasal dari bangsa yahudi,nama mereka ada yang disebutkan dengan jelas,seperti Nabi Musa dan juga Nabi Daud dan yang lainnya.
kisahnya di dalam Al-Quran, Berfirman Allah SWT :'' Apakah engkau tidak memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka sedang mereka beribu-ribu jumlahnya karena takut mati,Maka Allah berfirman kepada mereka,'Matilah kalian' kemudian Allah menghidupkan mereka.Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.''(TQS AL-Baqarah: 243)
Muhammad bin ishak menceritakan dari Wahab bin Munabih,''ketika kalib bin yofana kembali ke pangkuan ilahi, yaitu setelah yusya,semua urusan bani israel diserahkan kepada Nabi Hizqil bin Budzil,putra Al-Ajuz yg telah mendoakan kaumnya sebagaimana telah disebutkan Allah dalam firman-Nya
Asbath menceritakan dari Al-Saidi dari Abu Malik dari Abu Shalih dari Ibnu Abbas dari Murrah dari Ibnu Mas'ud dari beberapa sahabat mengenai firman Allah surah Al-Baqarah ayat 243, mereka mengatakan kampung halaman itu bernama Mawardan yg dijangkit penyakit tho'un (penyakit ganas, sehingga pagi sakit sore mati atau sore sakit pagi mati)... Akibatnya seluruh penduduk melarikan diri dan tinggal dipinggiran daerah tersebut mereka yang menetap dikampung itu pun binasa tetapi banyak juga dari mereka yg tidak mati,setelah penyakit tho'un lenyap,mereka pun kembali dalam keadaan selamat maka orang-orang yg tetap tinggal dikampung itu berkata,'para sahabat kami lebih beruntung dari kami,seandainya kami melakukan seperti yg mereka lakukan,niscaya kami akan tetap hidup,jika penyakit tho'un mewabah yang kedua kalinya, kami akan ikut keluar bersama mereka.'...
Pada tahun berikutnya penyakit tho'un itu melanda mereka kembali,maka mereka yg berjumlah ribuan lebih melarikan diri hingga tinggal di lembahAfih...Mereka diseru malaikat dari bawah lembah dan dari atas lembah ''Matilah kalian semua'' mereka pun dilewati seorang Nabi yg bernama Nabi Hizqil,ketika menyaksikan mereka, Nabi Hizqil berhenti,berfikir tentang mereka itu dan menggerakkan kedua bibir dan jari-jarinya...
Allah mewahyukan kepadanya,''Apakah engkau mau Aku memperlihatkan kepada mu bagaimana Aku menghidupkan mereka?'' Nabi pun menjawab''Ya''...Nabi Hizqil memikirkan keajaiban dari kekuasaan Allah Azza wa Jalla atas mereka kemudian dikatakan kepadanya,''Serulah'',maka Nabi Hizqil pun berseru,'' Hai tulang-belulang,sesungguhnya Allah menyuruh kalian untuk bersatu''.Seketika itu juga tulang-belulang itu saling bertebaran,saling memadu satu dengan lainnya,hingga akhirnya menjadi jasad yang masih dalam bentuk tulang..
.Allah mewahyukan kepadanya agar dia menyeru,''Hai sekalian tulang-belulang,sesungguhnya Allah menyuruh kalian agar kalian mengenakan daging''.maka tulang-belulang itu pun langsung berlapiskan daging,berdarah,sekaligus berpakaian...Dikatakan kepada Nabi Hizqil ,''Serulah'' Maka Nabi pun berseru.''Wahai para jasad, Sesungguhnya Allah menyuruh kalian untuk bangkit''.mereka pun bangkit...
Asbath berkata dengan bersumber dari mujahid,bahwa mansyur beranggapan ketika di hidupkan kembali mereka berkata ''Mahasuci Engkau ya Allah,segala puji hanya bagi-Mu, tiada Tuhan melainkan Allah''.mereka kembali kepada kaumnya dalam keadaan hidup padahal diketahui bahwa mereka sudah mati.
Rasulullah SAW bersabda:'' Wabah tersebut pernah ditimpakan sebagai siksaan bagi umat-umat sebelum kalian,jika kalian mendengar berita tentang penyakit itu di suatu daerah janganlah kalian memasuki daerah itu,Dan jika penyakit itu mewabah di daerah dimana kalian berada janganlah kalian keluar darinya karena hendak melarikan diri darinya.''( H.R. Ahmad)
Imam Bukhari dan Imam Muslìm juga meriwayatkan hadist senada yang bersumber dari Al-Zuhri...Muhammad bin Ishak mengemukakan, '' Tidak disebut kan kepada kami berapa lama Nabi Hisqil menetap di tengah Bani Israel hingga akhirnya Allah SWT memanggilnya kembali ke sisi-Nya.''...
Nabi Hizqil wafat
Setelah Nabi Hizqil wafat, Bani israel melupakan janji mereka kepada Allah, bahkan mereka menyembah berbagai macam berhala, yang salah satunya bernama Ba'al,kemudian Allah SWT mengutus Ilyas bin Yasin bin Fanhas bin Izar bin Harun bin Imran kepada mereka...
Berfirman Allah SWT: '' Manusia adalah umat yang satu maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab yang benar untuk memberi keputusan diantara mereka tentang perkara yang di perselisihkan."(TQS Al-Baqarah:213)
Comments
Post a Comment