“Apa penyebabnya perkembangan dan kemajuan
Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni (IPTEKS) umat Islam belum mengalami
kemajuan yang signifikan?”
Sebanyak kurang
lebih 41 persen negara-negara mayoritas Muslim (20 persen dari populasi dunia)
berkontribusi kurang dari 5 persen pada perkembangan sains modern. Sementara
itu, kita ambil satu negara mayoritas non-Muslim sebagai contoh, Inggris.
Negara ini populasinya cuma kurang dari 1 persen dari populasi dunia tetapi
mampu menyumbangkan 16 persen pada perkembangan sains modern. Suatu ketimpangan
yang menyakitkan jika Anda seorang yang mengaku Muslim.
Mengapa umat Islam
bisa begitu ketinggalan dalam hal sains? Ada apa dengan para ilmuwan Islam saat
ini?
Jika kita mau
membaca lagi catatan sejarah, prestasi sains umat Muslim memang dahulu
cemerlang sekali. Bahkan konon sampai melebihi pencapaian peradaban Barat (
Kristen Eropa). Muslim mendominasi perkembangan sains dunia semasa tahun 800
Masehi sampai sekitar 3 abad kemudian. Umat Muslim saat itu menikmati kemajuan
sains, ekonomi dan budaya yang mengagumkan di bawah pemerintahan kalifah Harun
al-Rashid (786-809 Masehi) hingga beberapa kalifah setelahnya. Inilah yang
disebut sebagai Masa Kejayaan Islam. Masa ini berakhir setelah kalifah Abbasid
ditaklukkan Mongol dan direbutnya Baghdad pada tahun 1258 M. Menurut Wikipedia,
sejumlah cendekiawan sepakat bahwa akhir masa ini ialah akhir abad ke-15 sampai
abad ke-16 M.
Apa yang terjadi
kemudian ialah keruntuhan dari dalam diri umat Muslim itu. Faktor-faktor
pendorong kemunduran itu misalnya ialah tingkat korupsi yang merajalela dalam
pemerintahan negara-negara mayoritas Muslim. Para politisi dan
pemerintah negara-negara mayoritas Muslim bukan penggemar sains. Mereka –
meskipun tidak semua - berpolitik hanya demi kekuasaan dan kekayaan.
Perkembangan negara apalagi umat bukan prioritas utama. Kita semua tidak usah
mencari contoh jauh-jauh ke negara lain. Indonesia sebagai negara berpenduduk
mayoritas Muslim terbesar di dunia sudah menjadi contoh yang memalukan soal
korupsi.
Faktor lain yang
menjadi penyumbang kemunduran sains umat Muslim ialah karakteristik-karakteristik
pendidikan masyarakat Muslim yang kurang tanggap terhadap perkembangan zaman.
Konservatisme dalam segala lini pendidikan mereka yang sudah mengakar membuat
umat Muslim sangat sukar mengembangkan sains. Akibat dari pendidikan yang
terbelakang ini ialah kualitas pendidikannya yang juga lebih rendah, yang pada
gilirannya menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu menyedihkan. Hal lain
yang juga ikut menghambat perkembangan sains dalam peradaban Muslim ialah fakta
bahwa produksi sains di tengah umat Muslim cuma diperuntukkan dalam lingkaran
elit saja
Faktor lainnya
ialah penindasan kaum perempuan. Hal yang sama juga dilakukan oleh
Barat sebetulnya. Tetapi dengan adanya sejumlah faktor lain, pengekangan kaum
Hawa dalam menuntut ilmu yang setara dengan laki-laki ikut membuat perkembangan
ilmu pengetahuan di kalangan Muslim mandek. Mereka lupa bahwa wanita-wanita
juga tiang umat. Kaum Hawa ialah pemberi pendidikan anak-anak mereka yang
pertama dan utama
Faktor selanjutnya
yakni dampak negatif dari penjajahan Barat di Asia. Sebagaimana kita
ketahui, bangsa-bangsa mayoritas Muslim berada di Asia. Dalam masa penindasan
Barat, bangsa-bangsa Timur yang didominasi Muslim seperti Indonesia juga
mengalami kemandekan dalam perkembangan sainsnya. Sensor dan pelarangan
karya-karya ilmiah dilakukan. Penerbitan dikekang. Penghancuran sejumlah tempat
pendidikan yang didirikan Muslim juga bukan hal yang aneh semasa pendudukan
kaum Kolonial Barat.
Faktor berikutnya
yang tidak kalah siginifikan dalam menghambat perkembangan sains dalam umat
Muslim ialah merajalelanya kemiskinan di negara-negara mayoritas Muslim.
Kita ambil contoh Indonesia. Baru-baru ini Biro Pusat Statistik (BPS) merilis
angka kemiskinan Indonesia tahun ini mencapai 28,01 juta jiwa atau sebanyak 10,86
persen dari
rakyat kita. Angka kemiskinan naik. Demikian juga tingkat kesenjangan ekonomi
kita, yang sebelumnya 0,71 menjadi 0,79.
Karena membiayai perkembangan
sains bukanlah perkara yang murah, bahkan amat sangat mahal, sementara sebagian
besar negara muslim dunia masih terbelakang dan miskin atau masih berkembang,
menjadikan sains sebagai prioritas (daripada pemenuhan kebutuhan pokok yang
lebih vital seperti sandang, pangan dan papan) tampaknya konyol padahal
investasi sains dalam jangka panjang sejatinya akan sangat menguntungkan.
Tetapi itu teorinya.
Praktiknya? Orang
akan menolak membaca buku apalagi belajar jika perut mereka masih lapar atau
masih kebingungan harus tinggal di mana malam nanti. Kompleks memang
masalahnya. Sementara itu, negara-negara Muslim lain yang lebih makmur sepertinegara-negara di kawasan Teluk (Semenanjung Arab) yang kaya minyak bumi masih
relatif muda usianya sehingga belum banyak memiliki lembaga penelitian kaliber
dunia yang mumpuni dalam menelurkan inovasi-inovasi sains yang substansial.
Pola pikir yang turut membuat Muslim tidak
membuat kemajuan berarti dalam dunia sains modern ialah konsensus atau
kesepakatan bersama yang kuat bahwa peran agama ialah sebagai sebuah landasan
berpikir yang konstan, absolut
dan kaku. Sikap kritis terhadap agama ditolak, sehingga umat Muslim
menjadi lebih eksklusif, tertutup dari perkembangan dunia luar. Seekor katak
dalam tempurung kelapa, atau seekor ikan dalam gelas mungil. Pergerakannya
terbatas. Tidak bisa ke mana-mana. Seperti itulah pengibaratan perkembangan
sains dalam umat Muslim saat ini.
Alasan lainnya
ialah karena menurut saya umat Muslim saat ini terlalu reaktif
kegaduhan eksternal dan ‘insecure’ (kurang percaya diri) mengenai
dirinya sendiri dengan tersedot ke ranah politik. Mereka ingin sekali
merebut hegemoni dunia dari Barat (baca:Kristen) sehingga sangat bernafsu
mempertahankan kendali kekuasaan di berbagai lini. Tetapi sayangnya mereka
lupa, bahwa hegemoni Barat itu dibangun tidak melulu dari aspek politik.
Hegemoni itu dibangun dari berbagai bidang. Dan sains adalah salah satunya. Dan
payahnya, sains merupakan salah satu di antara banyak celah kelemahan umat
Muslim yang sebenarnya bisa menjadi kunci kebangkitannya tetapi kerap
terlupakan.
Kebanyakan umat
Islam belajar sains dan teknologi , yaitu karena mabuk ilmu, mengejar harta,
jabatan, nama, agar tidak bodoh serta karena bangsa dan negara. Tidak ada atau
hampir tidak ada yang betul-betul karena Allah Tuhannya, yang inginkan redho,
cinta dan takutkan Allah. Maka tidak heran Allah berlepas tangan dan tidakmembantu mereka. Ilmuwan dan teknolog Islam tidak dibantu Allah. Mereka tidakdiberi ilmu atau idea-idea oleh Allah dalam kajian atau analisa mereka. Mereka
hanya guna akal mereka saja. Akhirnya mereka tertinggal jauh disbanding ilmuwan
dan teknolog bukan Islam yang memang sudah meninggalkan jauh ilmuwan dan
teknolog Islam. Kita umat Islam dalam menuntut dan mencari ilmu mesti menjadi
golongan yang ketujuh, yaitu mencari ilmu karena Allah, untuk mencari redhoNya,
membesarkanNya. Kalau bukan karena Allah Taala, kita termasuk ke dalam golongan
orang yang rugi
https://www.kompasiana.com/www.akhlis-purnomo.com/58301af8ae7a619734fb673f/kenapa-umat-muslim-terbelakang-dalam-perkembangan-sains-modern?page=2tokominiregal.blogspot.com
APA PENYEBAB PERKEMBANGAN DAN
KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI DAN SENI (IPTEKS) UMAT ISLAM BELUM
MENGALAMI KEMAJUAN YANG SIGNIFIKAN ?
Sebanyak kurang lebih 41 persen negara-negara mayoritas
Muslim (20 persen dari populasi dunia) berkontribusi kurang dari 5 persen pada
perkembangan sains modern. Sementara itu, kita ambil satu negara mayoritas
non-Muslim sebagai contoh, Inggris. Negara ini populasinya cuma kurang dari 1
persen dari populasi dunia tetapi mampu menyumbangkan 16 persen pada
perkembangan sains modern. Suatu ketimpangan yang menyakitkan jika Anda seorang
yang mengaku Muslim.
Indikator lain yang bisa mengukuhkan
ketertinggalan itu ialah bahwa hanya ada tiga orang pemenang Anugerah Nobel
sampai saat ini dalam bidang sains. Mereka adalah Abdus Salam, Ahmed Zewail dan
Aziz Sancar. Padahal jumlah total pemenang Nobel sudah ada lebih dari 600
orang. Artinya cuma 0,00005 persen dari daftar pemenang Nobel adalah Muslim.
Ini menjadi sebuah fakta yang mengiris hati karena populasi Muslim dunia
mencapai lebih dari 15 persen dari populasi dunia.
Mengapa umat Islam bisa begitu
ketinggalan dalam hal sains? Ada apa dengan para ilmuwan Islam saat ini?
Jika kita mau membaca lagi catatan
sejarah, prestasi sains umat Muslim memang dahulu cemerlang sekali. Bahkan
konon sampai melebihi pencapaian peradaban Barat ( Kristen Eropa). Muslim
mendominasi perkembangan sains dunia semasa tahun 800 Masehi sampai sekitar 3
abad kemudian. Umat Muslim saat itu menikmati kemajuan sains, ekonomi dan
budaya yang mengagumkan di bawah pemerintahan kalifah Harun al-Rashid (786-809
Masehi) hingga beberapa kalifah setelahnya. Inilah yang disebut sebagai Masa
Kejayaan Islam. Masa ini berakhir setelah kalifah Abbasid ditaklukkan Mongol
dan direbutnya Baghdad pada tahun 1258 M. Menurut Wikipedia, sejumlah
cendekiawan sepakat bahwa akhir masa ini ialah akhir abad ke-15 sampai abad
ke-16 M.
Apa yang terjadi kemudian ialah
keruntuhan dari dalam diri umat Muslim itu. Faktor-faktor pendorong kemunduran
itu misalnya ialah tingkat korupsi yang merajalela dalam pemerintahan
negara-negara mayoritas Muslim. Para politisi dan pemerintah negara-negara
mayoritas Muslim bukan penggemar sains. Mereka – meskipun tidak semua -
berpolitik hanya demi kekuasaan dan kekayaan. Perkembangan negara apalagi umat
bukan prioritas utama. Kita semua tidak usah mencari contoh jauh-jauh ke negara
lain. Indonesia sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia
sudah menjadi contoh yang memalukan soal korupsi.
Faktor lain yang menjadi penyumbang
kemunduran sains umat Muslim ialah karakteristik-karakteristik pendidikan
masyarakat Muslim yang kurang tanggap terhadap perkembangan zaman.
Konservatisme dalam segala lini pendidikan mereka yang sudah mengakar membuat
umat Muslim sangat sukar mengembangkan sains. Akibat dari pendidikan yang
terbelakang ini ialah kualitas pendidikannya yang juga lebih rendah, yang pada
gilirannya menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu menyedihkan. Ditambah
dengan ketidakpedulian pemerintah dan masyarakat Muslim pada perkembangan
pendidikan, peningkatan sains di negara-negara Muslim sudah bukan prioritas
utama.
Indonesia sudah menjadi bukti nyata
dengan menjadi raksasa paling pandir di kawasan Asia Tenggara (baca: Kualitas
Pendidikan Indonesia Terendah di ASEAN). Rendahnya mutu
pendidikan dalam negara-negara Muslim membuat manusia-manusia cerdas di
dalamnya harus belajar ke Barat demi melanjutkan proses studi mereka. Karena
itulah, mayoritas kampus Inggris dan AS mampu menghasilkan kontribusi sains
yang besar. Itu karena mereka juga diperkuat oleh sumber daya manusia unggul
dari berbagai negara termasuk negara-negara Muslim. Masalah kualitas pendidikan
yang memprihatinkan ini menjadi pekerjaan rumah yang maha besar bagi umat
Muslim saat ini dan sampai saat ini rasanya belum ada upaya berkesinambungan
dan masif untuk mencapai tujuan tersebut.
Hal lain yang juga ikut menghambat
perkembangan sains dalam peradaban Muslim ialah fakta bahwa produksi sains di
tengah umat Muslim cuma diperuntukkan dalam lingkaran elit saja. Dan
orang-orang di dalam kelompok eksklusif ini cuma segelintir saja dibandingkan
umat yang begitu melimpah ruah. Padahal jika ingin lebih cepat maju dan
perkembangan tercapai lebih mantap, seharusnya semua elemen Muslim kompak dan
bersatu dan memajukan sains bersama-sama tanpa mempedulikan sekat elitisme.
Faktor lainnya ialah penindasan kaum
perempuan. Hal yang sama juga dilakukan oleh Barat sebetulnya. Tetapi dengan
adanya sejumlah faktor lain, pengekangan kaum Hawa dalam menuntut ilmu yang
setara dengan laki-laki ikut membuat perkembangan ilmu pengetahuan di kalangan
Muslim mandek. Mereka lupa bahwa wanita-wanita juga tiang umat. Kaum Hawa ialah
pemberi pendidikan anak-anak mereka yang pertama dan utama. Di sinilah letak celah
kelemahan penyebab kemunduran itu ada.
Faktor selanjutnya yakni dampak
negatif dari penjajahan Barat di Asia. Sebagaimana kita ketahui, bangsa-bangsa
mayoritas Muslim berada di Asia. Dalam masa penindasan Barat, bangsa-bangsa
Timur yang didominasi Muslim seperti Indonesia juga mengalami kemandekan dalam
perkembangan sainsnya. Sensor dan pelarangan karya-karya ilmiah dilakukan.
Penerbitan dikekang. Penghancuran sejumlah tempat pendidikan yang didirikan
Muslim juga bukan hal yang aneh semasa pendudukan kaum Kolonial Barat.
Faktor berikutnya yang tidak kalah
siginifikan dalam menghambat perkembangan sains dalam umat Muslim ialah
merajalelanya kemiskinan di negara-negara mayoritas Muslim. Kita ambil contoh
Indonesia. Baru-baru ini Biro Pusat Statistik (BPS) merilis angka kemiskinan
Indonesia tahun ini mencapai 28,01
juta jiwa atau sebanyak 10,86 persen dari
rakyat kita. Angka kemiskinan naik. Demikian juga tingkat kesenjangan ekonomi
kita, yang sebelumnya 0,71 menjadi 0,79.
Karena membiayai perkembangan sains
bukanlah perkara yang murah, bahkan amat sangat mahal, sementara sebagian besar
negara muslim dunia masih terbelakang dan miskin atau masih berkembang,
menjadikan sains sebagai prioritas (daripada pemenuhan kebutuhan pokok yang
lebih vital seperti sandang, pangan dan papan) tampaknya konyol padahal
investasi sains dalam jangka panjang sejatinya akan sangat menguntungkan.
Tetapi itu teorinya.
Praktiknya? Orang akan menolak
membaca buku apalagi belajar jika perut mereka masih lapar atau masih
kebingungan harus tinggal di mana malam nanti. Kompleks memang masalahnya.
Sementara itu, negara-negara Muslim lain yang lebih makmur seperti
negara-negara di kawasan Teluk (Semenanjung Arab) yang kaya minyak bumi masih
relatif muda usianya sehingga belum banyak memiliki lembaga penelitian kaliber
dunia yang mumpuni dalam menelurkan inovasi-inovasi sains yang substansial.
Pola pikir yang turut membuat Muslim
tidak membuat kemajuan berarti dalam dunia sains modern ialah konsensus atau
kesepakatan bersama yang kuat bahwa peran agama ialah sebagai sebuah landasan
berpikir yang konstan, absolut dan kaku. Sikap kritis terhadap agama ditolak,
sehingga umat Muslim menjadi lebih eksklusif, tertutup dari perkembangan dunia
luar. Seekor katak dalam tempurung kelapa, atau seekor ikan dalam gelas mungil.
Pergerakannya terbatas. Tidak bisa ke mana-mana. Seperti itulah pengibaratan
perkembangan sains dalam umat Muslim saat ini.
Alasan kemunduran sains itu juga
diduga berasal dari upaya interpretasi sejumlah pihak atas karya Imam
al-Ghazali (salah satu tokoh Muslim paling menonjol dalam perkembangan Islam
sejak Rasulullah SAW sendiri). Interpretasi radikal itu memicu Muslim untuk
menghapus sejumlah cabang sains yang dicap “tidak dikehendaki”. Salah satu
tokoh bernama Hamid al_Ghazali bahkan pernah menyatakan bahwa matematika ialah
“karya dari setan”. Pernyataannya itu amat berpengaruh dan membuat dampak yang
besar bagi perkembangan ilmu tersebut di peradaban Muslim.
Alasan lainnya ialah karena menurut saya umat Muslim saat
ini terlalu reaktif kegaduhan eksternal dan ‘insecure’ (kurang
percaya diri) mengenai dirinya sendiri dengan tersedot ke ranah politik. Mereka
ingin sekali merebut hegemoni dunia dari Barat (baca:Kristen) sehingga sangat
bernafsu mempertahankan kendali kekuasaan di berbagai lini. Tetapi sayangnya
mereka lupa, bahwa hegemoni Barat itu dibangun tidak melulu dari aspek politik.
Hegemoni itu dibangun dari berbagai bidang. Dan sains adalah salah satunya. Dan
payahnya, sains merupakan salah satu di antara banyak celah kelemahan umat
Muslim yang sebenarnya bisa menjadi kunci kebangkitannya tetapi kerap terlupakan.
Apa
penyebabnya perkembangan dan kemajuan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni
(IPTEKS) umat Islam belum mengalami kemajuan yang signifikan?
Teknologi informasi dan komunikasi
berkembang semakin pesat. Hal ini dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun,
dunia ini tampak begitu modern. Kecanggihan inovasi yang ada pada saat ini
merupakan dampak dari ilmu pengetahuan yang dipelajari oleh manusia.
Namun,
berbanding terbalik dengan ilmu pengetahuan dalam Islam yang justru mengalami
kemunduran. Hal ini dapat dilihat dari arus modernisasi di lingkungan
masyarakat dimana nilai-nilai keIslaman mulai meluluh perlahan. Baik itu dari
segi perilaku atau kebiasaan, fashion, makanan, pendidikan, ekonomi
dan lain-lain. Memang masih ada yang benar-benar beriman kepada Allah, tapi
jumlahnya tidak banyak. Seperti yang tertulis dalam firman Allah berikut ini.
الۤمّۤرٰۗ تِلْكَ اٰيٰتُ الْكِتٰبِۗ وَالَّذِيْٓ اُنْزِلَ
اِلَيْكَ مِنْ رَّبِّكَ الْحَقُّ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يُؤْمِنُوْنَ
“Alif
Lam Mim Ra. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al-Qur’an). Dan (Kitab) yang diturunkan
kepadamu (Muhammad) dari Tuhanmu itu adalah benar; tetapi kebanyakan manusia
tidak beriman (kepadanya).” (QS. Ar-Ra’d
[13] : 1)
وَمَآ أَكْثَرُ ٱلنَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ
“Dan
sebahagian besar manusia tidak akan beriman, walaupun kamu sangat
menginginkannya.” (QS. Yusuf [12] : 103)
Sebenarnya apakah yang menjadi
penyebab kemunduran ilmu pengetahuan dalam Islam? Mari kita simak ulasan
selengkapnya berikut ini.
Penyebab
Kemunduran Ilmu Pengetahuan dalam Islam
Fenomena kemunduran ilmu pengetahuan
dalam Islam ditandai dengan terpecah belahnya kekuasaan dan kerajaan pada abad
ke-12 hingga abad ke-18. Penyebabnya antara lain:
1.
Faktor Ekologi dan Alami
Sebagian besar negara Islam memiliki
tanah dengan kondisi semi hingga sangat gersang. Sehingga rentan dengan
berbagai serangan dari luar. Seperti pada tahun 1347 hingga 1349 di Mesir,
Syiria dan Iraq pernah mengalami suatu wabah penyakit yang mematikan. Hal ini
mengakibatkan banyak penduduk yang memilih untuk berpindah tempat mencari
tempat yang lebih baik.
2.
Kemunduran Kerajaan Besar Islam
Kerajaan Islam dan ilmu pengetahuan memiliki hubungan yang cukup signifikan. Kerajaan
Islam merupakan salah satu media yang strategis untuk menyebarkan agama Islam
ke berbagai penjuru. Dua di antaranya ialah Kerajaan Safawi dan Kerajaan
Mughal. Kerajaan tersebut ikut mendorong peradaban Islam dalam
bidang politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, pembangunan dan seni. Namun,
kerajaan tersebut tidak bisa berjaya selamanya. Mundurnya kerajaan tersebut
berpengaruh pada menurunnya peradaban Islam secara drastis. Termasuk dalam
bidang ilmu pengetahuan.
3.
Terjadinya Krisis Ekonomi
Masa dimana masyarakat muslim tengah
giat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, mereka hanya berfokus pada
hal itu dan mengabaikan kesejahteraan masyarakatnya pada aspek ekonomi. Sedang
kebutuhan dalam hidup terus mengalami perkembangan. Akibatnya terjadilah krisis
ekonomi sebagai permasalahan baru.
4.
Cara Pandang Muslim Sempit
Umat muslim yang memiliki ketaatan
yang amat sangat cenderung menutup sebelah mata pada perkembangan ilmu
pengetahuan dari berbagai belahan dunia. Sebagian mereka yang sebenarnya
memiliki potensi intelektual lebih mempertahankan pemikiran lampau daripada
membuka diri untuk pembaharuan.
Hal ini berbanding terbalik dengan
bangsa Eropa yang lebih terbuka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan danterus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan agar dapat menciptakan berbagai
inovasi terkemuka di dunia.
Memang tidak semua ilmu pengetahuan
itu bersifat positif. Terkadang hal-hal yang negatif pun ada di dalamnya.
Namun, sebagai umat muslim yang baik harus bisa memilih mana yang baik untuk
dipelajari dan mana yang buruk untuk ditinggalkan.
Itulah ulasan mengenai penyebab
kemunduran ilmu pengetahuan dalam Islam.
Comments
Post a Comment